Saturday, December 13, 2008

kaleidoskop 2008: melamun di taize 4

Jiwa yang mencinta

So far I go
with empty heart.
Where should I go
if you have left.


Senin, 17 Maret 2008 pukul 07.30 saya terbangun dalam dingin tenda dan pemandangan berkabut di luar. Sleeping bag yang dipinjamkan El Abiodh cukup membantu sehingga semalam saya dapat tidur nyenyak.

08.00 ke kapel utama untuk doa pagi. Berbeda dengan doa malam sebelumnya, pada akhir doa, semua yang hadir bangkit berdiri. Beberapa bruder mengambil komuni yang sudah disiapkan dari tabernakel dan membagikannya. Saya maju mengantre komuni. Namun entah kenapa, perasaan hati ini jadi membuncah saat mengambil hosti dan mencelupkannya dalam anggur darah Kristus yang tampak bening. Saat kembali ke tempat dan berdoa, air mata tak dapat tertahankan. Saya menangis seperti anak kecil, mengalami Kristus yang datang menyapa secara personal pada pagi itu. Untung sapu tangan ada di saku, sehingga saya dapat langsung menyeka air mata.

Selesai doa pagi, kembali ke Tenda F untuk menyiapkan sarapan. Saya membantu membagikan roti. Setelah itu, giliran saya menikmati sarapan pagi: roti baget yang keras, dengan selai buah, mentega, susu coklat. Pierluigi dan Cristina, pasangan Italia dari Pescara menemani saya ngobrol. Inilah awal perkenalan kami. Mereka menjadi teman mengobrol yang asik selama berada di Taize. Pagi itu mereka bercerita tentang Assisi karena mereka tahu saya hendak berziarah ke sana. “Assisi adalah kota yang indah, kamu harus mengunjungi basilika St. Fransiskus di sana”, kata Pierluigi.
Setiap hari pukul 10.00 diadakan konferensi bersama seorang bruder di Tenda F. sebelumnya, kami dibagi dalam kelompok-kelompok menurut bahasa. Saya masuk dalam kelompok berbahasa Inggris, kelompok ini termasuk minoritas alias dapat dihitung dengan jari jumlah pesertanya dibandingkan kelompok berbahasa Jerman, Perancis dan Spanyol. Kemudian dua orang volunteer yakni Olga dan Claire memperkenalkan diri. Olga, gadis dari Rusia. Claire, gadis manis dari Belgia. Mereka fasih berbahasa Inggris yang dijadikan bahasa pengantar resmi dalam setiap pertemuan. Olga dan Claire menjadi semacam pusat informasi aktivitas harian di Taize. Termasuk pembagian jadwal tugas harian bagi setiap kelompok. Ada yang bertugas membersihkan toilet dan kamar mandi, atau mencuci piring di dapur. Saya dan kelompok minoritas kami kebagian tugas membagikan sarapan setiap pagi.

Siang itu bruder memberikan tugas sharing kelompok tentang Mengapa ke Taize? Kelompok kami terdiri dari: Alfredas dari Lithuania, Emil dari Bulgaria, Lorenz dari Jerman, dan saya. Ada teman yang bercerita bahwa ia datang ke Taize untuk mencari ketenangan hati. Ada juga yang berprofesi sebagai pemandu wisata, dia mengantar sekelompok anak muda ke Taize. Saat tiba giliran saya sharing, mereka cukup terpesona mendengarkan kisah mukjizat tiket gratis yang saya peroleh. Mereka bilang saya beruntung. Saya cuma tersenyum-senyum saja.

Setelah ibadat siang, kami menikmati makan siang di Tenda F. Menunya unik: nasi goreng jagung dengan roti. Selesai makan siang, bagi yang ingin berlatih nyanyian Taize dapat bergabung di kapel utama. Namun saya memilih untuk berjalan-jalan ke Taman St. Etienne (St. Stefanus). Letaknya di bawah areal perkemahan, melewati jalan setapak dan pepohonan. Tempat ini disediakan untuk renungan pribadi. Saya menyebut tempat ini sepotong surga, karena indah sekali.

Di bawah terdapat danau dan padang rumput. Bayang-bayang pepohonan nampak pada pantulan permukaan danau dengan garis langit senja. Sementara bebek-bebek berterbangan dan mendarat di permukaan air.

Ada sebuah kapel di tepi danau dengan atap berbentuk kubah ortodoks. Semula kusangka di sinilah tempat makam Bruder Roger. Ternyata tidak demikian.
Setelah itu, saya mampir ke Oyak untuk membeli batere. Harga barang-barang yang dijual di Oyak tidak mahal. Batere AA merek Kodak 1 pak isi 4 pcs seharga 1 euro. Malam ini saya tentu tidak akan meraba-raba dalam kegelapan lagi. Senter saya sudah bernyala!

19.00 makan malam sambil berkenalan dengan teman dari Barcelona. Dia seorang pria guru sekolah anak-anak cacat mental. Saya pun seorang guru, ujarku memperkenalkan diri. Dia bercerita betapa sulitnya mengajar anak-anak cacat, butuh banyak kesabaran. Kemudian dia bercerita tentang tempat-tempat indah di Spanyol: Montserrat, Catalan, Andalusia...

20.00 doa malam di kapel utama. Lagu ini sangat bersemangat dan menyentuh hati: “El alma que anda en amor, ni cansa ne se cansa...” (The soul filled by love neither tires nor grows tired).

Selesai doa malam, saya bertemu Br. Alois, pemimpin komunitas Taize. Beliau tersenyum hangat saat menerimaku. Dia mencoba mengingat di mana pernah bertemu. Saya menyebut: Yogya! “Ah ya, Indonesia...”, ujarnya. Kami mengobrol sejenak sebelum beliau mengatakan: “besok selesai doa siang, maukah ikut makan siang bersama kami di biara?” Tentu saja tawaran ini kusambut dengan sukacita. Kami lalu berpamitan.
Saat menuju pintu keluar saya melihat beberapa imam mengenakan stola berdiri dan mendengarkan pengakuan dosa. Entah mengapa, ada dorongan untuk menemui salah satu imam tersebut. Ini kejadian pertama kali saya mengaku dosa dalam bahasa Inggris! Mulanya juga sempat gregetan, imam tersebut dengan ramah mengajak bercakap-cakap, lalu bertanya: Apakah Anda mau mengaku dosa?

Ah yes, jawabku. Lalu rumusan itu meluncur: Forgive me Father for I have sinned. Bla bla bla.... ketika sampai pada bagian daftar dosa-dosa, dengan sabar dia mendengarkan dan bertanya. Kami jadinya seperti sedang berdiskusi. Beberapa nasehat pun diberikan, antara lain dan ini yang paling kuingat: “Love in silent...”
Sempat juga kuceritakan pada imam mengenai kejadian tadi pagi di kapel, saya menangis ketika menerima komuni. Imam itu tersenyum hangat. Lalu memberikan penitensi dan absolusi: “.... I release you from all sins ...”

Udara terasa ringan, sekalipun malam itu dingin sekali. Dengan senter yang menyala di tangan saya kembali ke kemah. Rasanya saya dapat tidur pulas malam ini.

“El alma que anda en amor...”

kaleidoskop 2008: melamun di taize 3

Taize
Pukul 13.14 bus ke Taize tiba. Tiket dibeli pada sopir. Perjalanan memakan waktu sekitar 40 menit melewati kebun-kebun anggur, bunga-bunga persik di sepanjang jalan, dan kota Cluny. Francois turun di sini.

Pukul 13.50 tiba di Taize, hujan deras. Saya dan Min nongkrong di teras sambil bercakap-cakap. Min sempat bilang, apabila dia tidak betah tinggal di Taize maka dia akan langsung pulang ke Bristol. Dia masih menikmati biskuit abon karena inilah makan siang yang ada. Di papan pengumuman tertera jadwal Welcome Registration pukul 15.30. Kelompok dewasa dipisahkan dengan anak muda. Min bergabung dengan kelompok anak muda, saya dengan kelompok dewasa. Jadi, kami berpisah.

Saya masuk dalam grup berbahasa Inggris dan mendapat pengarahan dari Sarah Christina seorang volunteer dari Jerman. Dia menjelaskan peta lokasi Taize, kemah F sebagai tempat pertemuan utama kelompok dewasa, jadwal kegiatan harian, dan apa saja yang dapat dilakukan di sana setiap hari. Kemudian pembagian kamar untuk peserta. Saya mendapat kamar dorm no. 265. Lalu pembayaran. Saya cukup terharu sewaktu volunteer yang melayani berkata bahwa karena saya datang dari Asia, maka saya bebas menentukan jumlah pembayaran. Saya telah menyiapkan anggaran untuk ini berdasarkan tarif orang dewasa di dormitory selama 8 hari. Kemudian rehat sejenak, kami menikmati kue bolu dan teh lemon hangat.

Taize memiliki beberapa blok dormitory. Untuk orang dewasa dormitory letaknya lebih jauh dari dorm anak muda. Masing-masing dilengkapi kamar mandi, toilet dan wastafel yang bagus. Di setiap kamar terdapat 3 ranjang susun (bunk bed), sehingga total 6 orang sekamar. Saya sekamar dengan 4 orang Spanyol dan 1 orang Porto. Kami bercerita mengenai pengalaman perjalanan sampai ke sini. Rasanya seru, mereka jauh-jauh naik mobil sampai ke tempat ini!

Lalu saya bertanya mengenai tempat peziarahan terkenal itu, Santiago de Compostella. Seru sekali perjalanan ke sana, kata teman Spanyol. ”There are many ways to Santiago. You should try which one fit for your time...”, katanya dengan logat Spanish. Santiago ini sangat menggoda setiap kali saya membaca novel Paulo Coelho.

Yang terjadi berikutnya, saya memutuskan pindah kamar. Saya ke El Abiodh, tempat hospitality di Taize. Bila sakit, atau butuh menu makanan khusus, atau butuh tempat istirahat, silakan melapor ke El Abiodh. Di sana para suster melayani dengan ramah. Saya mengatakan bahwa saya butuh tempat khusus untuk beristirahat, karena saya cukup sulit tidur bila ada suara gaduh. Suster menyarankan saya untuk menginap di kemah. Kupikir ini ide yang baik. Suster memberikan sleeping bag dan kunci kemah no. 18.
Pengalaman tidur di kemah di Fuhlinger See sewaktu World Youth Day membuat saya menggemari kegiatan berkemah. Taize memiliki beberapa kemah yang bagus. Kemah tersebut dilapisi terpal berwarna biru sehingga air hujan tidak akan tembus. Selain itu, lantai kemah dilapisi papan dan terdapat dua kasur lateks bersisian dan seprai putih. Ini sih kemah mewah, menurutku. Tent sweet tent...

Sambil menunggu waktu makan malam, saya bergabung dengan anak-anak muda Jerman. Mereka mengadakan permainan memindahkan mangkuk-mangkuk plastik yang dipakai minum, juga biskuit, coklat, jepitan rambut dengan tepukan tangan berirama. Saya diajak ikut bermain, sementara ketua kelompok memberikan contoh. Pertama kali kagok juga, namun lama kelamaan permainan ini makin cepat dan asik sekali...
Tak terasa waktu makan malam tiba. Ratusan anak muda antre makan, jadi saya ikut bersama mereka. Menu makan malam yang dibagikan: sup kacang hijau dengan ham, roti, biskuit, yoghurt dan apel. Belakangan baru saya menyadari bahwa saya keliru tempat makan malam. Seharusnya saya bergabung bersama kelompok orang dewasa dan makan malam bersama mereka di kemah F.

Dalam kegelapan, nyalakan api yang tak pernah padam...
Doa malam diadakan pukul 20.30. Saya menyiapkan jaket, senter sebelum ke kapel utama. Saya coba mengetes senter, menyala namun sudah sangat redup. Baterenya harus diganti karena tidak ada penerang dalam kemah.

Hari-hari pertama di Taize, kapel utama tidak terlalu penuh sehingga tidak sulit mencari tempat duduk. Saya suka memilih tempat agak di depan, biar lebih fokus. Lagu-lagu yang dinyanyikan beberapa dalam versi asing. Seperti lagu: ”Dans nos obscurites, allume le feu qui ne s’e-teint jamais, qui ne s’eteint jamais...”, lidah ini cukup berlepotan berbahasa Perancis. Saya memilih tetap menyanyikan versi bahasa Indonesia-nya: ”Dalam kegelapan, nyalakan api yang tak pernah padam...”

Selesai doa malam, pukul 22.10 saya ke Oyak. Di Oyak terdapat toko, kafe dan tempat kongkow-kongkow. Saya butuh batere AA untuk senter. Anak-anak muda ramai berkumpul di sana menikmati minuman sambil bernyanyi-nyanyi. Saya bertanya kepada volunteer di Oyak, di mana saya dapat membeli batere. Dia menjawab: sayang sekali toko sudah tutup pukul 22.00. Jadi, dia tidak dapat membantu.

Saya berjalan menuju perkemahan. Malam itu saya menghayati kegelapan malam tanpa penerangan dalam kemah. Darkness, I come into You totally... Kesenyapan. Udara dingin malam terasa makin menggigit. Sambil meraba-raba, saya masuk ke dalam sleeping bag. Berpasrah dalam kegelapan, lagu ini jadi sangat bermakna: “dalam kegelapan, nyalakan api yang tak pernah padam, yang tak pernah padam ...”
Sebelum saya kemudian jatuh terlelap.

kaleidoskop 2008: melamun di taize 2

Paris
I wish it would rain now
And watch you standing there
Wearing the hat and smile
And I will let the rain falling down


Sabtu, 15 Maret 2007 pukul 06.35 pesawat mendarat di Paris. Keluar dari lambung pesawat, petugas langsung memeriksa dokumen masing-masing penumpang. Saya ditanya dalam bahasa Inggris: “Pertama kali ke Paris?” Ini kali kedua, jawabku. Petugas itu membolak-balik pasporku yang kelihatan masih baru. “Dalam rangka apa?” tanyanya lagi. “Taize”, jawabku singkat.
“Sudah pernah ke Taize?”
“Ini kali pertama”. Dia rupanya menemukan invitation letter yang dilampirkan dalam paspor. Sehingga saya diijinkan lewat meninggalkannya. Setelah mengambil bagasi berupa sebuah backpack (tas ransel), segera saya menuju ke pintu keluar bandara untuk menumpang bus Air France.

Udara dingin langsung menerpa. Beruntung bus Air France jurusan Gare de Lyon tidak terlalu lama datangnya. Tiket dibeli pada sopir seharga 14 euro. Di dalam bus terasa lebih hangat. Saya coba mengingat-ingat perjalanan terakhir kali ke bandara CDG, namun kali ini berbeda dengan musim dingin dan pepohonan yang tanpa daun di sepanjang jalan.

Printemps
Pukul 08.00 Tiba di Gare de Lyon, barang-barang penumpang diturunkan dari bagasi bus. Bangunan-bangunan tinggi berwarna kusam dan artistik khas Paris sangat menggoda mata mengelilingi daerah sekitar stasiun Lyon. Saya bergegas menuruni tangga bawah tanah ke stasiun Metro sambil mencoba mengingat-ingat pengalaman naik Metro tiga tahun silam. Jangan sampai keliru naik Metro. Soalnya 3 tahun lalu kami naik Metro bertiga, jadi rasanya aman ada penunjuk jalan. Kali ini saya jalan sendiri. Saking gugupnya saat antre di depan kasir, uang kertas yang kupegang jatuh karena memegang kertas coret-coretan rute yang kubuat. Seorang Bapak yang antri di belakangku membantu memungutnya. Cukup sulit membungkuk dengan ransel besar di punggung. Tiket kereta Metro sekali jalan 1,40euro. Saya mengambil jurusan M1 ke stasiun Nation.

Tiba di Nation, pakai acara nyasar. Maklum saya tidak membawa peta, cuma mengingat-ingat lokasi berdasarkan petunjuk Google Map. Kenyataannya, Bundaran Nation memiliki beberapa pertemuan jalan. Akhirnya saya menanyakan kepada orang yang lewat: ke arah mana Jalan Picpus? Hotel yang saya tuju adalah Hotel du Printemps, Boulevard de Picpus. Bila dilihat di peta, lokasi jalan ini tidak sulit ditemukan. Namun, sampai melewati kerumunan Bazaar yang digelar di pinggir jalan dengan dagangan seafood, bunga-bunga, buah-buahan, tentu tidak mudah memastikan lokasinya.

Akhirnya, ketemu jalan Picpus... hotelnya juga, senang sekali. Terlebih petugas hotel langsung memberikan kunci kamar no.50. Karena jam menunjukkan pukul 9 lewat. Menurut e-mail yang kuterima dari hotel, check-in baru boleh setelah pukul 12. Tiba di kamar rasanya lega. Kamar di lantai lima menghadap ke jalan, dengan single bed dan kamar mandi dengan hot shower. Kecil, namun nyaman. Tarifnya 50 euro semalam, termasuk murah untuk lokasi di tengah kota Paris. Setelah mandi dan sarapan mie gelas dan susu coklat, saya langsung tertidur...

Sacre Coeur
Pukul 15.00 bangun. Saatnya berjalan-jalan menikmati kota Paris.
Naik bus no. 65 yang melewati Nation ke arah Gare de L’Est dan Nord. Aha, sempat juga melewat hotel Francais tempat kami menginap dulu. Turun di Boulevard Barbes, sempat kebingungan menentukan arah, sebelum menemukan petunjuk arah ke Sacre Coeur. Di sini, aneh bahwa saya menemukan dua lembar uang kertas 50 euro di tengah jalan. Orang-orang lalu lalang, saya memandang dan memegang duit itu cukup lama sebelum berlalu pergi. Melewati jalan kecil yang menanjak, berujung pada tangga menuju ke Sacre Coeur. Banyak anak muda duduk-duduk di tangga depan Sacre Coeur sekedar menikmati pemandangan kota Paris yang tampak dari atas bukit sambil menikmati suguhan lagu pengamen yang seperti sedang menggelar konser.

Gereja Sacre Coeur (Hati Kudus) terletak di atas bukit bernama Mont Martre (bukit martir). Bangunan ini telah menjadi salah satu ikon kota Paris karena sejarahnya. Setelah masuk dan berdoa di dalam gereja Sacre Coeur, saya mengunjungi gereja St. Denis, masih di Mont Martre. Di sana terdapat ranting-ranting berdaun hijau dengan buah kecil berwarna merah disediakan di depan pintu gereja. Apakah ini berkaitan dengan simbol kemartiran St. Denis? Tanyaku dalam hati. Ah ya, baru kemudian kusadari bahwa ini adalah hari Sabtu menjelang Minggu Palem.

Eiffel, I’m wet and lost...
Setelah itu, perjalanan dengan bus no.30 menuju ke Trocadero. Hujan rintik-rintik di luar. Bangunan Arc de Triomphe Etoile terlihat megah di tengah bayang-bayang hujan pada jendela bus. Turun di Trocadero, Eiffel terlihat megah di sana. Lampu-lampu dinyalakan di sekujur menaranya di sertai kilatan-kilatan blits. Indah sekali. Pengunjung tetap saja ramai berfoto-foto atau sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan meskipun hujan.

Hujan semakin deras, disertai angin kencang. Saya berlindung di bawah menara Eiffel. Beberapa petugas keamanan terlihat mengejar-ngejar orang India pedagang asongan, namun pedagang itu lebih pandai. Beberapa saat kemudian mereka sudah kembali lagi menawarkan souvenir Eiffel kepada pengunjung dengan harga miring. Setelah hujan sedikit reda, saya berjalan ke arah Picquet. Di sana ada swalayan kecil (supermarche). Lumayan untuk membeli kebutuhan pokok: air botol, buah, roti. Tepat di depannya terdapat tangga bawah tanah Metro. Naik M8 kemudian M1, tiba kembali di Nation.

Tiba di Nation, nyasar di tengah hujan gerimis. Bila kuhitung-hitung, malam itu mungkin sekitar dua putaran sudah kulewati Bundaran Nation untuk mencari jalan ke Picpus. Kali ini malah dengan mencoba masing-masing percabangan jalan, jadi makin tersesatlah... Hingga kemudian saya memberanikan diri bertanya pada seorang Bapak di pinggir jalan. Bapak itu ramah sekali, dia justru menemaniku berjalan di tengah hujan tanpa memakai payung, mengantarku sampai di Picpus. Olala, percabangan jalan Picpus rupanya setelah dua menara raja (kusebut Two Towers Lord of The Rings)...

Alangkah leganya kembali di kamar hotel.

Farewell to Nation
Minggu, 16 Maret 2008 bangun kesiangan pukul 08.15! Waduh, jam weker yang saya setel di hape tidak berbunyi. Buru-buru berkemas dan sarapan pagi roti, buah dan yoghurt yang dibeli semalam. Lumayan menghemat 7 euro dibandingkan bila memesan sarapan di hotel. Pukul 09.15 check-out dari hotel. Udara dingin dan jalanan senyap saat saya kembali ke stasiun Metro di Nation. Rasanya saya mulai hafal jalanan ini setelah beberapa kali tersesat. Namun sekarang saya musti mengejar waktu agar tidak ketinggalan kereta ke Macon. Di Metro Nation nyaris lagi tertukar kereta, alias saya hampir naik kereta ke arah berlawanan. Saya langsung loncat keluar dan berlari menaiki tangga memutar ke arah sebaliknya. Beruntung: kereta Metro ke arah Gare de Lyon masih ada di sana. Fiuuuhh... nyaris saja nyasar jauh. 09.40 Tiba di Stasiun Lyon. 10 menit lagi jadwal kereta TGV pagi terakhir ke Macon akan berangkat. Saya bertanya ke bagian informasi di lantai atas, di mana tempat membeli tiket? Saya berlari ke tempat yang ditunjuk, tapi alamaaak, antrean calon pembeli tiket panjang nian dan petugas telah menutup antrean. Jadi kutanya ke petugas, saya musti beli tiket TGV ke mana?

Dia mengatakan untuk membeli tiket TGV ada loket khusus di dekat tangga stasiun Metro di bawah... Kembali lagi turun ke bawah. Beruntung loket TGV sepi, sehingga petugasnya langsung melayani dan dengan muka cemas dia minta saya segera berlari ke peron 19 di atas. Setelah membayar 53,7 euro dan memperoleh tiket, saya tidak mengecewakan petugas itu. Saya berlari secepat mungkin dengan ransel di pundak. Keretanya masih ada di sana, tapi di gerbong berapa? Saya tunjukkan tiket saya ke petugas TGV, “Voiture atau gerbong 17 ada di sana”, dia menunjuk jauh ke belakang... Alamaaakk jaan, acara lari pagiku masih harus dilanjutkan....
Syukur akhirnya sampai, sekarang nomor kursi. Saya dapat kursi di lantai atas. Place assise (nomor bangku) 115. Selesai menyimpan ransel dan duduk, kereta TGV bergerak meninggalkan Gare de Lyon. Saya masih perlu mengatur nafas dan minum air beberapa teguk. Ibu yang duduk di samping saya sepertinya mengerti bahwa saya habis berkejaran kereta. Saya duduk di samping jendela sehingga dapat menikmati keindahan alam sepanjang perjalanan: landscape, pohon-pohon, rumah, bukit-bukit...

11.30 kereta berhenti di Stasiun Macon. Ibu itu memberi tanda bahwa di sini saya harus turun. Gerimis menyambut di stasiun. Saya bertanya ke bagian informasi, bus ke Taize. Dia menulis pada secarik kertas: “13h.14”. Jadi saya harus menunggu hampir dua jam. Di sini saya berkenalan dengan Min, seorang gadis Korea yang hendak ke Taize. Dia mengenal Taize dari temannya. Saat ini dia kuliah di Bristol, Inggris Jurusan Media. Kami ngobrol di ruang tunggu sambil menikmati biskuit malkist abon yang saya bawa. Lalu seorang bapak tua bernama Francois datang menghampiri kami dan bercakap-cakap mengenai masa mudanya. Dia pernah mampir di Yogya, Jepang dan beberapa daerah di Asia. Sekarang dia bekerja sebagai sopir taksi dan tinggal di Cluny. Katanya dia hidup seorang diri di sana. Dia menawarkan kami untuk mampir ke tempatnya setelah pulang dari Taize.

kaleidoskop 2008: melamun di taize 1

Pendahuluan
Perjalanan kali ini dimulai dengan kisah yang semula sulit dipercaya. Saya mendapat tiket gratis dari Singapore Airlines (SQ) saat iseng-iseng bermain games online dalam rangka Perayaan 60 tahun SQ. Pemberitahuan pertama berupa e-mail semula kusangka junk mail sehingga kuabaikan. Pemberitahuan kedua yang dikirim membuatku terkejut, karena klaim hadiah mendekati batas tenggat waktu bulan Oktober 2007. Demikianlah saya mendapat berkat untuk mengadakan perjalanan ziarah dengan tiket pesawat Denpasar – Paris pp gratis dari SQ (kecuali pajak sejumlah USD 225 harus dibayar pada saat menebus tiket).

Bila kupikir-pikir, mungkin kejadian ini ada kaitannya dengan peristiwa tahun 2005 saat saya bersama teman-teman melanjutkan perjalanan dari World Youth Day di Koeln menuju ke Lourdes. Di Lourdes disediakan kotak donasi bertuliskan: 1 euro untuk tahun 2008, Jubileum 150 tahun Penampakan di Lourdes. Saya memasukkan sekeping uang 1 euro ke kotak donasi dan berkata kepada teman-teman: “Saya ingin datang ke Lourdes pada tahun 2008”. Meskipun belum tahu bagaimana caranya, karena pada tahun 2008 juga akan digelar World Youth Day di Sydney. Namun dengan tiket SQ gratis di tangan, kuduga doaku didengarkan Tuhan.

Persoalan berikut, bagaimana dengan urusan visa? Visa ini menentukan dari kota mana saya memulai perjalanan ziarah. Beberapa pilihan: Frankfurt, Roma atau Paris? Ada teman di Jerman yang mau membantu membuatkan invitation letter. Namun mengingat bahwa sewaktu mengurus visa Jerman tahun 2005, pemohon harus datang ke Jakarta saat mengajukan dan mengambil visa di kedutaan, ini berarti saya harus menambah waktu libur untuk mengurus visa ke Jakarta. Bapa Uskup juga sempat kutanya mengenai kemungkinan mengambil visa melalui Nuntius. Mengejutkan bahwa Bapa Uskup sungguh menanyakan hal ini kepada Nuntius. Saat saya menghadap Bapa Uskup, beliau bercerita sempat bertemu Nuntius di bandara. Nuntius menanggapi dengan berkata: “bila permintaan ini saya kabulkan, satu orang awam bisa masuk Eropa melalui Vatikan, bagaimana bila 100 juta penduduk Indonesia lain minta hal yang sama?” Saya sempat tertawa menyetujui pernyataan tersebut.

Saya menyusun beberapa rute alternatif perjalanan ziarah. Perjalanan akan melewati Taize, Perancis. Karena itulah saya mencari informasi mengenai Meeting di Taize. Tahun 2008, Meeting dimulai pada Pekan Suci, 16-23 Maret 2008. Saya mendaftar melalui situs Taize (www.taize.fr). Jawaban dari Taize datang tak lama kemudian melalui e-mail. Surat undangan akan dikirimkan dari Taize melalui pos untuk mengurus visa. Surat bertanggal 17 Desember 2007 saya terima pada awal Januari 2008. Pastor Frans Nipa, sekretaris keuskupan menyarankan supaya menggunakan jasa Raptim untuk mengurus visa. Beliau memberikan nomor telepon Bapak Andre di Raptim. Saya menghubungi Pak Andre untuk menanyakan berkas apa saja yang dibutuhkan untuk mengurus visa di Kedutaan Perancis. Saya segera mengurus antara lain surat keterangan dari tempat kerja, surat pernyataan bank dan rekening, booking tiket, pas foto. Dokumen tersebut bersama Paspor asli kukirimkan dengan kurir cepat ke Raptim. Pak Andre sempat memberitahu bahwa sejak awal tahun 2008, Kedutaan Perancis menggunakan jasa VFS untuk urusan visa, sehingga belum ada kepastian waktu selesainya visa.

Ternyata visa schengen tersebut selesai dalam seminggu dan langsung dikirimkan ke alamat saya menggunakan kurir cepat. Saya menyampaikan terimakasih dan apresiasi atas kesigapan layanan Raptim c.o. Bpk Andre dalam pengurusan visa.

Sekarang saya dapat mengatur rute perjalanan. Dimulai dari Paris, menuju ke Taize, lalu terus ke mana? Saya mencari informasi sarana transportasi di internet. Akhirnya menemukan EasyJet, penerbangan murah. Saya memesan tiket penerbangan dari Lyon ke Roma, Roma ke Madrid, Madrid ke Toulouse, Toulouse ke Paris Orly total senilai 115 euro. Beberapa teman di Eropa mengatakan bahwa tiket tersebut benar-benar murah. Iya, mungkin karena pada saat saya mengambilnya jauh hari dan ada promo diskon 25%.

Berangkat
Hari keberangkatan dari bandara Ngurah Rai, Bali pada Jumat, 14 Maret 2008 akhirnya tiba. Br. Francesco dari Taize sempat menelponku mengingatkan bahwa acara pada Minggu Paskah di Taize berlangsung hingga siang hari, saya diminta untuk mengatur jadwal selama berada di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke kota lain.
Pukul 19.25 boarding dengan pesawat Singapore Airlines menuju ke Singapura. Tiba pukul 22.30 di Terminal 2 bandara Changi. Setiap penumpang transit ditempeli stiker bertuliskan T3 oleh petugas bandara dengan maksud agar segera menuju ke terminal baru yakni Terminal 3. menurut jadwal yang tertera di layar monitor, pesawat ke Paris boarding pukul 22.50! Ini tentu membuat penumpang transit segera berlarian melewati eskalator menuju ke skytrain yang mengangkut penumpang ke Terminal 3.

Tiba di Terminal baru, saya tidak sempat menikmati pemandangan di sana, termasuk terminal internet yang dipasang untuk penumpang ataupun lantai berlapis beludrunya. Saya menghampiri petugas yang berjaga di pos untuk menanyakan bagaimana cara tercepat menuju ke terminal keberangkatan. Dia menunjuk ke train shuttle yang menuju ke Terminal 1. Katanya kereta itu akan berhenti di depan tempat keberangkatan ke Paris. Namun saya tidak berani mengambil risiko, saya berlari lagi terengah-engah sampai di tempat keberangkatan. Antrian sudah memanjang, beruntung air gelas dari pesawat tadi kubawa sehingga bisa kuteguk memuaskan dahaga. Model transit seperti begini tentu tidak cocok untuk orang lanjut usia karena harus berlari atau setidaknya berjalan cepat agar tidak ketinggalan pesawat.

Pukul 23.30 pesawat berangkat. Perjalanan memakan waktu 12 jam, saya coba menikmati sajian hiburan KrisWorld: beberapa album lagu seperti John Lenon, Katie Melua, dan nonton film dagelan India yang diperankan Shah Rukh Khan “Om Shanti Om”. Kemudian terlelap kecapaian.

kaleidoskop 2008: rainy night in paris

hujan turun deras di trocadero saat hendak melintasi eiffel. seorang gadis duduk berpayung. pemandangan yang sangat artistik. gambar ini pun kuambil dan kubuat versi waterpainted. setiap kali melihatnya masih terasa dinginnya Paris, dan indahnya pemandangan hujan dan kerlap-kerlip lampu di sekujur eiffel. seperti pohon terang.

Tuesday, December 09, 2008

weird day

kusebut saja hari ini weird day, hari yang aneh. pagi hari saya terjaga sebelum weker berbunyi. rasanya segar sekali, siap memulai hari yang baru setelah long wiken kemarin.

saat mengajar di kelas, ada teman yang membunyikan hp-ku cuma untuk menanyakan hal sepele. sempat dongkol jadinya karena sedang berada di depan kelas.

trus, saat kembali ke kantor, baru kusadari satu hal: pakaianku beda sendiri warnanya dengan yang lain. olala... teman-teman pada bertanya: kok pakaian berbeda hari ini, Ton?

kujawab saja tanpa malu: iye nih, istriku sehabis nyetrika langsung digantungnya berjejer pakaian kerja harian. jadi kuambil saja yang pertama untuk hari Senin.

padahal hari ini Selasa, kemarin Senin libur lebaran kurban. rasanya memang seperti hari Senin, hehehe...

jam 14.00 masih di kantor menyelesaikan tugas di laptop. tiba-tiba mahasiswa saya menelpon: Pak kuliah siang ini ada? Ealah... sampai lupa jadwal kuliah Selasa siang. "tunggu lima menit lagi yaa... saya menuju ke sana", sambil terburu-buru membereskan pekerjaan dan ngebut ke kampus.

sore hari lebih seru, bolak-balik saya menelpun ke Jakarta untuk menanyakan kiriman yang belum tiba. sampai-sampai teman yang melayani kiriman pesanan saya kena semprot... iya sih, kebangetan telatnya.

habis itu baru kata ini muncul di kepalaku: weird day.

weird day, when things got strange.

kaleidoskop 2008: green snake! :)

masih di lokasi Tanah Lot... oalah, pakaian turis ini sangat atraktif sehingga memikat perhatian para pengunjung di sana. bawahannya sangat transparan. jadi obyek pemandangan ajaib. coba perhatikan lelaki di sekitarnya, hehehe... mas, mas... lihat ke mana atuh?


kaleidoskop 2008: holy snake!

ular suci yang terdapat di puta Tanah Lot. unik, bermotif belang hitam putif seperti kain bali. bergelung dalam lubang di gundukan pasir yang dijaga seorang pemuka agama.
eit, jangan diganggu... menurut kepercayaan setempat, bisa mendatangkan musibah bagi yang mengganggu ular ini.

Sunday, December 07, 2008

kaleidoskop 2008: one happy family

lukisan yang terdapat di sebuah restoran di bedugul, bali. gambaran sebuah keluarga bahagia?

kaleidoskop 2008: heaven on earth boat

kapal "Surga Dunia" saat bersandar di pelabuhan Paotere, Makassar. siapa mau ikut? (gambar diambil pada April 2008)

Saturday, December 06, 2008

paint your wagon: satu istri dengan dua suami?

bagaimana bila dua sahabat memiliki istri yang sama? tema rada nyeleneh ini diusung dalam "Paint Your Wagon". film yang diproduksi tahun 1969, diperankan aktor ganteng Clint Eastwood. di sampul VCD malah terpasang kalimat: See Clint sing in a rollicking Western musical comedy!

Ya, baru dalam film ini Anda bisa mendengarkan Clint Eastwood yang biasanya memerankan film koboi atau sebagai sheriff, bernyanyi semirip suasana film The Sound of Music. selain itu siapkan perut yang siap diguncang oleh kekonyolan dan kocaknya situasi penambangan emas tempat mereka berada.

diawali pertemanan si tua pemabuk Ben Rumson dengan Pardner (Eastwood). mereka kelompok penambang hanya terdiri kaum lelaki saja. suatu ketika seorang lelaki dengan dua isteri datang ke sana. dia melepaskan seorang isterinya untuk para penambang.

supaya adil, diadakan pelelangan. dalam mabuknya, si tua Rumson memenangkan lelang dengan harga $800. ketika upacara pernikahan dilangsungkan, saking mabuknya, Pardner membantunya menjawab Janji Pernikahan:

Haywood Holbrook: Dearly beloved. We have gathered together to grant this man, Ben Rumson, exclusive title to this woman, Mrs. Elizabeth Woodling, and to all her mineral resources. I have drawn up this Record of Claim which here and henceforth will be recognized as a certificate of marriage. So I ask you Ben, do you recognize this claim as a contract of marriage and do you take this woman to love honor and cherish?
Pardner: [after long silence] Oh, he does.
Haywood Holbrook: Elizabeth Woodling, do you take this man, Ben Rumson, to love, honor and obey him until death do you part.
Pardner: She does.
Haywood Holbrook: I now pronounce you claimed and filed as Mr. and Mrs. Ben Rumson.

si istri minta agar mereka tidak tinggal di kemah, melainkan sebuah rumah permanen. permintaannya dikabulkan, sebuah pondok kayu mereka dirikan. dan si istri minta agar dia diperlakukan dengan hormat, bukan seperti seorang pelacur, ataupun seorang yang dimenangkan dari undian.

Pardner dapat kemah di luar rumah. si tua Rumson pergi dengan rencana bagus bagi para penambang: menangkap kereta berisi perempuan-perempuan, sehingga daerah mereka lebih hidup. sekembali Rumson, dia terbakar api cemburu. pernah saking cemburunya dia menginterogasi istrinya yang baru selesai mandi di sungai malam hari:

Ben: You was down at the rapids just now, bare beam and buck naked?
Elizabeth: Well, I'm not like to take a bath with my clothes on, Mr. Rumson.
Ben: Are you trying to tell me that you was taking a *bath*?
Elizabeth: That's right. I was taking a bath.
Ben: In the middle of the night?
Elizabeth: Mr. Rumson, in a community of 400 men, would you rather I took my bath "bare beam and buck naked" in the middle of the day?

akhirnya, Pardner mengakui bahwa dia mencintai Elizabeth. parah lagi, Elizabeth mengakui mencintai kedua lelaki itu. keduanya tinggal serumah. semua berjalan baik, sampai mereka menolong sebuah keluarga dan memberi mereka tumpangan di rumah mereka. siapa yang layak disebut kepala keluarga di rumah itu?

bagaimana akhir kisah "Paint Your Wagon" yang kocak dan nyeleneh? yakinlah, tidak ada pertumpahan darah dalam film ini. justru pertemanan si tua pemabuk Rumson dan Pardner (kedengarannya 'partner', karena nama aslinya baru ketahuan di akhir film) yang sangat erat. pemandangan prairie, bukit-bukit hijau dan pertambangan masa lampau mengingatkan pada film klasik koboi jadul.

dan lagu-lagu yang dinyanyikan... sangat menghibur. coba saja cari filmnya saat senggang.

Sunday, November 30, 2008

kaleidoskop 2008: escape from bangkok

desember 2008 telah tiba. tak terasa sudah berada di penghujung tahun. mulai edisi ini saya akan memuat foto-foto jepretan dan kisah sepanjang tahun 2008. sebagai kenangan dan tentu saja apresiasi.


tiba di Suvarnabhumi dengan pengalungan bunga. pada Rabu, 26 November 2008, para demonstran antipemerintah (PAD) berhasil menguasai bandara ini untuk memaksa PM Somchai mengundurkan diri.


Chao Praya river... I'm back! nostalgia lagi nih di atas sungai chao praya.


makan siang sekaligus gabung makan malam di resto Royal Dragon (luasnya 8 hektar! saking besarnya, pernah masuk di guinnes book). pengunjung disuguhi pertunjukan seni sekaligus atraksi pengantar makanan yang terbang membawa baki makanan di udara... wow!


Wat Arun, temple of dawn. dari puncak ketinggian kuil ini tampak sungai chao praya. di sampingnya terdapat pasar yang menjual kaos dengan harga sangat murah dan menerima mata uang Rupiah. bayangin saja, Rp 300.000 dapat 13 kaos!


Pattaya! bila dibanding-bandingkan, pantai Kuta Bali masih lebih elok... hehehe. namun penataan pantai Pattaya, termasuk pedestrian dan pohon-pohon kelapa di sepanjang pantainya patut diacungi jempol. jangan ditanya soal perempuan-perempuan yang siap menemani turis yang duduk-duduk di sana...


para penari dalam pertunjukan seni di Nong Nooch, dekat Pattaya. sesudah tarian, ada pertunjukan gajah main sepak bola... seru banget!


seorang turis berfoto sejenak dengan dua saudara tua sebelum menonton atraksi gajah. mau nelpon kok mikir-mikir... hehehe.


patung tiga bocah ini sangat ekspresif. mbak Anis sampai tidak tahan untuk menggoda salah satu anak... eit, jangan dipegang lama-lama mbak!

Thursday, November 13, 2008

quantum of solace: balas dendam ala Bond



bagaimana Bond membalas dendam atas kematian Vesper kekasihnya? jawaban atas pertanyaan inilah yang diurai dalam Quantum of Solace. mulai dari kejar-kejaran mobil di Sienna, Italia. pertarungan di Bolivia. pertunjukan opera di Jenewa... dan oohh, Bond dianggap keterlaluan membunuh orang yang seharusnya ditangkap hidup-hidup.

semua akses fasilitas dan kartu kredit Bond dibekukan. ia dinonaktifkan. menjadi orang biasa. tapi mana bisa Bond menjadi manusia biasa dengan kemampuan dan koneksinya? ia kembali ke Bolivia. mengaduk-aduk sarang perusahaan Quantum milik Greene yang membendung sumber air dan menjual air minum kepada rakyat. sang jendral dan kepala polisi telah disuap. rakyat bisa apa selain merogoh kocek lebih dalam.

pegawai konsulat molek yang ditugasi mengawas Bond di Bolivia, ikut jadi korban. Bond jadi lepas kendali. perintah M tidak diikutinya. saatnya untuk membalas dendam. ditemani Camille, agen rahasia Bolivia yang ingin balas dendam terhadap Jenderal Medrano yang menghabisi keluarganya, mereka mendatangi sebuah hotel di tengah padang gurun.

di sana, transaksi kotor dilakukan Greene dengan Jenderal Medrano dan Kepala Kepolisian, agar perusahaan Quantum menang tender proyek pengadaan air negara Bolivia. Bond dan Camille datang mengobrak-abrik tempat itu.

menarik di adegan terakhir, Bond menemukan pembunuh Vesper. apa yang dilakukannya? Bond tidak membunuhnya. memang aneh dan tidak logis. bahkan M menanyakan hal ini pada Bond bahwa di luar kebiasaannya membiarkan dia tetap hidup...

M: It'd be a pretty cold bastard who didn't want revenge for the death of someone he loved.
James Bond: I don't think the dead care about vengeance.

ya, orang mati sudah tidak pusing lagi soal balas dendam...
dengan demikian sudahkah menemukan kedamaian (Quantum of Solace)?

Wednesday, September 10, 2008

romo benny




Romo Benny Susetyo kujumpai di Sydney (18/7) dalam pertemuan orang indonesia di Newton di tengah udara dingin dan sinar matahari pagi... beliau sempat kuledek: romo seleb niih, karena sering muncul di tivi. romo benny cuma cengengesan, termasuk ketika kuminta difoto bersama.

trus, saat sedang di Jakarta, seorang teman menelepon memberi kabar, Romo Benny dipukuli orang tak dikenal hingga babak belur (Jawa: njarem, English: black and blue, bruises) di halaman parkir Pondok Indah. berita ini sangat mengejutkan. Kompas cetak Rabu, 13 Agustus baru memuat peristiwa itu berjudul "Romo Benny Aktivis HAM dipukul hingga babak belur".

teman itu bercerita kalau romo benny berasal dari keuskupan malang. baru kuingat-ingat, iya kalo nggak salah beliau pernah bertugas di paroki Blimbing. belakangan ini, beliau menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif KWI dan aktif dalam kegiatan antar umat beragama.

saya menduga peristiwa pemukulan romo benny masih berkaitan dengan kejadian penyerangan pendemo di Lapangan Monas sebelumnya. sayang sekali bila di negeri ini masih ada sekelompok orang yang berpikiran untuk menyelesaikan persoalan dengan kekerasan, itu tentu saja bukanlah tindakan ksatria.

kabar yang kubaca dari tabloid Sabda, dengan liputan soal romo benny dan komentar para tokoh, saat ini romo benny disembunyikan tempat perawatannya oleh keluarga. luka di dalam kepala masih cukup parah. dari tiga pelaku, sudah dua ditahan oleh polisi. namun, mengapa peristiwa ini seolah didiamkan dan tidak ditindak secara hukum?

romo benny, lekas sembuh ya. masih banyak pekerjaan membetulkan atap rumah bocor bangsa kita yang harus dilanjutkan...

Monday, September 08, 2008

dinding bayang 5

melangkah tanpa jejak
berayun tanpa gerak
melompat tanpa letak
diriku tanpa dirimu tergelak

luluh lantak
merentak
sebelum sentak
jantungku berdetak

untukmu kubentak
malam yang tersedak
jahanam membelalak
tanpa riak ombak

fajar kelak
kuberi sepasang malak
berjaga di sampingmu sayang
di bentangan dinding bayang

Monday, September 01, 2008

dinding bayang 4

seumpama pucuk ia berayun
saat dirinya menguarkan haram jadah nylekit
ada yang jatuh dari tingkap langit
bukan merpati putih dan tangkai zaitun

lalu ke mana iblis itu mengesot pergi
di ladang-ladang jagung yang kita semai
terban mengempas ke dasar samudera purba
membaca lekuk liku zaman di kitabnya

asap jelaga menghisab rupamu tersia
aliran air di matamu membatu
di dinding-dinding masa
dan coretan-coretan liarku

Sunday, August 17, 2008

17-an kali ini

berbeda dengan tahun lalu, 17-an (pesta kemerdekaan) tahun ini rasanya lebih senyap. tidak ikut upacara bendera di halaman gubernuran karena gak sempat ikut gladi bersih. pukul 7 pagi (itupun upacara dimulai ngaret 20 menit) saya ikut upacara bendera di kantor. ya astaga garing banget, pembacaan pidato gubernur oleh kepala kantor, habis itu bubar... kubilang pada teman, kantor kita ini tidak punya tradisi ramah tamah pada saat 17-an. dia tertawa setuju. mungkin karena bertepatan hari minggu, waktu untuk keluarga. jadi musti buru-buru pulang.

selesai upacara bendera, pukul 8.30 ikut misa di katedral. ini yang unik. seluruh bagian gereja dihiasi merah putih. lagu pembukaan sampai terakhir memakai lagu-lagu kebangsaan. "benar-benar nasionalis...", komentar sang romo yang memimpin misa.

tapi sungguh, misa ini sangat berkesan.
pertama, romo mengingatkan makna kemerdekaan sejati cirinya adalah memberi. meskipun orang sudah kaya, punya jabatan tinggi, tapi kalo masih menerima suap apalagi merampok, maka orang itu belum merdeka.
kedua, lagu-lagu jadul nasionalis tadi, antara lain lagu: "tanah airku indonesia, negeri subur pujaaan bangsa, pulau melati ... dst, dst" (tuh kan ketauan gak hapal liriknya!)
dan lagu kebyar-kebyar (apa gebyar-gebyar?): "indonesia, merah darahku, putih tulangku... kebyar-kebyar ke langit jingga..."

langit jingga? hahaha... jadi ingat pada seorang teman.
semalam bulan purnama sidhi.

17-an kali ini tanpa derap sepatu dan dentuman meriam.

Wednesday, July 09, 2008

indosat, the future is not here...

Layanan Indosat 3.5G
Indosat 3.5G Hendak Merampok Saya - II
Kamis, 10 Juli 2008 22:41 WIB

Kejadian menyedihkan menggunakan Indosat 3.5G sudah saya utarakan melalui Surat Pembaca KOMPAS, dimuat di KOMPAS.com 21 Juni dan Harian KOMPAS Sabtu, 5 Juli berjudul "Layanan Indosat 3.5G Menyesatkan".

Lebih menarik kejadian yang menyertai setelah surat saya dimuat di KOMPAS. Sabtu siang 5 Juli, saya dihubungi Mbak Mimi dari Indosat Jakarta melalui HP untuk cross check. Mbak Mimi mengatakan bahwa pada billing 3.5G saya jumlah tagihan Rp 0,-, mengapa sampai bisa dikatakan 3-4 juta, apakah benar Customer Service (CS) mengatakan demikian? "Ya", jawab saya.. Dalam hati saya bersyukur bahwa ternyata tagihan Rp 0,- karena pemakaian ternyata rendah sekali. Mbak Mimi berjanji bahwa CS Indosat Makassar selanjutnya akan menghubungi saya.

Sore hari saya menerima telepon dari Mbak Dini CS Indosat Makassar. Dia menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan CS membaca pemakaian 7 Mb sebagai 7 Gb. "Ini masalah perbedaan titik dan koma", katanya menyederhanakan, "Dan CS tsb sudah berbaik hati membuatkan surat permohonan dispensasi buat saya sekiranya tagihan Bapak sampai 3 juta lebih.."

Ini membuat saya bertanya, berarti ada petugas/ atasan yang menerima laporan permohonan dispensasi (yang saya minta tempo hari dengan mengiba) dan memerosesnya. Seharusnya atasan tsb mengetahui kejanggalan/ perbedaan jumlah pemakaian aktual dengan alasan permohonan dispensasi itu diajukan, sehingga dapat langsung menghubungi saya yang dilanda ketakutan akan tagihan 3-4 juta selama 2 pekan lebih.

Mbak Dini menawarkan harga khusus bila saya mau melanjutkan berlangganan 3.5G. Sungguh terlalu menurutku, dia tidak berempati dengan trauma saya terhadap 3.5G. Yang membuat saya marah, pada akhir pembicaraan Mbak Dini menawarkan, "Sekarang bagaimana Pak, apakah Bapak mau menuliskan Surat Pembaca bahwa permasalahan ini sudah selesai atau kami yang menuliskan?"

Bagian mana yang sudah selesai? Sesederhana inikah mereka menganggap masalah ini? Saya memberitahu kepada Mbak Mimi di Jakarta melalui sms, "Saya benar-benar tidak puas dengan cara CS Indosat di sini menangani masalah. Tampaknya mereka butuh training CS. Saya akan tanggapi jawaban mereka di KOMPAS".

Mbak Mimi menelpon saya, saya ceritakan apa yang tadi terjadi dan meminta mereka untuk beristirahat di akhir pekan. Senin pagi 7 Juli, Mbak Dini membuat janji untuk mempertemukan saya dengan Direksi Indosat di rumah saya jam 14.00. Untuk itu, saya meninggalkan kantor dan menunggu mereka di rumah pukul 14.00 - 14.30.

Karena mereka tidak datang, saya kembali ke kantor. Pukul 14.45 SMS dari Mbak Dini, "Kami sedang di perjalanan menuju rumah Bapak". Saya beritahukan bahwa saya sudah berada di kantor kembali. Kemudian mbak Mimi dari Indosat Jakarta menelpon, "Katanya Bapak meng-cancel rencana pertemuan tadi?" Saya jawab, "Siapa yang meng-cancel? Saya menunggu pukul 14.00-14.30 mereka tidak datang. Pukul 14.45 baru SMS masuk memberitahu mereka dalam perjalanan."

Selasa 8 Juli, pukul 12 siang akhirnya janjian bertemu di rumah. Yang datang ke rumah adalah Mbak Dini, dan dua CS (termasuk Mbak Apri). Mbak Apri yang terakhir melayani saya dan memberitahu pemakaian saya 7Gb. Saya menceritakan kronologis peristiwa, ketidakpuasan terhadap layanan CS Indosat.

Mereka menyampaikan permohonan maaf. Mbak Dini berusaha menunjukkan bagaimana tampilan layar CS sehingga kekeliruan terjadi. Dia coba menghubungi temannya di kantor menggunakan video calling. Mereka baru menyadari bahwa betapa jeleknya kualitas sinyal 3.5G di tempat kami karena terputus-putus. Padahal lokasi rumah berada di tepi pantai, disekitarnya terdapat rumah dinas Walikota, Inco, Perumahan Tanjung Bunga dan Hotel Imperial Aryaduta.
Slogan "sinyal kuat" Indosat tidak berlaku di sini. Akhirnya kami ke kantor Indosat di Jl. Slamet Riyadi. Saya diterima di ruangan VIP. Tampak ruangan ini jarang digunakan, perkakas untuk tamu musti dicari ke tempat lain.

Mbak Dini berusaha menunjukkan kepada saya bagaimana tampilan layar pembacaan status pemakaian 3.5G. Dan memang membingungkan, bahkan untuk seorang CS Indosat. Saya menyebutkan trauma bahkan phobia yang saya alami akibat indosat:

1. Saya tidak berani lagi menggunakan akses 3G dan 3.5G.

2. Saya tidak berani menghidupkan Yahoo!Go, aplikasi ini bahkan sudah saya hapus dari HP saya. Karena menurut CS indosat Yahoo!Go bisa merampok pulsa bila tidak di-log-off.

3. Bahkan sejak pertemuan terakhir di Galeri Indosat, saya mematikan HP dan tidak berani menyalakan selama sepekan. Kuatir bila HP tsb menyala, saya bisa di-charge 3-4 juta, lebih mahal dari harga HP tersebut.

Pertemuan berlangsung hingga pukul 15.00. Saya harus kembali ke kantor saya. Tiga jam waktu sudah saya luangkan buat Indosat. Isi pertemuan bila diringkas: Permohonan maaf atas kelalaian CS Indosat. Saya kembali ke kantor, sesudah itu baru sempat menikmati makan siang.
Luar biasa, cara Indosat untuk menyampaikan permohonan maaf selama 3 jam di siang itu. Satu fakta baru yang menyedihkan dan justru saya temukan dalam pertemuan itu. Surat tagihan (billing) 3.5G sampai tulisan ini saya buat belum pernah tiba di rumah. Suatu pembiaran yang keterlaluan.

Ketika keluhan saya dimuat di Surat Pembaca KOMPAS barulah mereka memberi perhatian, meskipun dengan setengah hati. Rabu, 9 Juli 2008 sore, saya sementara berada di luar rumah. Anggota keluarga menelepon mengatakan orang Indosat datang ke rumah untuk bertemu dengan saya.

Ya astaga, separah inikah etiket CS Indosat? Setahu saya, di mana-mana urusan resmi dengan pelanggan harus disepakati/ didahului dengan membuat janji. Mbak Dini menelepon saya, "Pak, tadi kami rumah tetapi Bapak tidak di tempat. Bisakah besok kami bertemu Bapak?"
Saya tidak tahu, apalagi yang harus saya ungkapkan. Semua kronologis dan ketidakpuasan sudah saya tumpahkan. Karena itu saya jawab, "Waktu saya selama 3 jam kemarin di Indosat apakah belum cukup?"

Apakah mereka masih terus mau memaksakan permohonan maaf mereka kepada saya? Akhir-akhir ini beban psikologis dan tekanan darah saya rasanya meningkat bila mengingat betapa menyedihkannya layanan CS Indosat dan saya harus jadi korban mereka yang dipaksa disodori maaf.

Beberapa hal yang saya temukan dari kasus ini:

1. Indosat meluncurkan produk 3.5G namun menyedihkan sekali tidak disertai sistem yang mudah dibaca pelanggan, bahkan oleh Customer Service-nya. Ini sangat berpotensi menjebak, bahkan menyesatkan pelanggan. Berpikirlah seribu kali sebelum memutuskan menggunakan Indosat 3.5G.

2. Sistem internal CS Indosat benar-benar tidak profesional, payah. Slogan indosat "The future is here?" tampaknya justru terbelakang jauh. Saran saya cs indosat perlu mengikuti training bagaimana memahami dan melayani konsumen.

3. CS Indosat (dan mungkin manajemen Indosat) terlalu menganggap remeh masalah yang menimpa konsumennya. Langkah-langkah penanganan pengaduan konsumennya benar-benar menyedihkan. Suatu bentuk keangkuhan perusahaan besar? Ganti rugi apa yang diterima konsumen yang jelas-jelas dirugikan indosat? Hanya kata "maaf".

4. Sinyal kuat Indosat? Masih jauh dari kenyataan di lapangan, baik itu sinyal telepon maupun 3.5G.

Toni Sidjaya

Tuesday, July 08, 2008

Indosat 3.5G hendak merampok saya

Layanan Indosat 3.5G
Indosat 3.5G Hendak Merampok Saya
Sabtu, 21 Juni 2008 22:07 WIB

Saya seorang guru SD, pada akhir Mei 2008 saya berlangganan Indosat 3.5G dan mendapat Promo Paket College bulanan Rp 180.000,- dengan kuota 1,2 Gigabite per bulan. Pada pertengahan Juni saya ke Galeri Indosat di Jl. Pettarani, Makassar, menyampaikan keluhan betapa lambatnya akses Indosat 3.5G di telepon seluler yang saya gunakan (E51) dan menanyakan bagaimana cara berhenti berlangganan. Dijawab oleh petugas bahwa pelanggan Indosat 3.5G harus berlangganan beberapa bulan baru dapat berhenti. Tidak dijelaskan berapa bulan persisnya harus berlangganan Indosat 3.5G.

Tanggal 20 Juni 2008 saya ke Galeri Indosat kembali dengan maksud mendaftar Paket Matrix Rp15,-/ detik untuk nomor Matrix saya +628164387xxx. Semula saya menyangka Paket Rp15,-/ detik berlaku otomatis bagi semua pelanggan Matrix akibat penurunan tarif Operator Seluler akhir-akhir ini. Anggota keluarga saya menyarankan saya ke Galeri Indosat untuk mendaftar. Ternyata memang demikian, Paket Rp15,-/detik mengharuskan pelanggan untuk datang mendaftar ke Galeri Indosat. Betapa tidak efisiennya.

Setelah urusan mendaftar Paket Rp15,-/detik selesai, saya menanyakan mengenai sisa kuota pemakaian Indosat 3.5G untuk nomor saya +6281425001249. Semula petugas mengatakan bahwa masih ada sisa 1,5 Megabite, dan menyarankan sebaiknya pada tanggal 28 Juni 2008 jika saya hendak menutup/ berhenti berlangganan Indosat. Namun setelah menanyakan kepada temannya, ia meralat penyampaiannya. Dikatakan bahwa pemakaian saya sudah mencapai 7 Gigabite. Berarti ada kelebihan pemakaian 6 Gigabite. Untuk itu saya akan dikenakan biaya sekitar Rp3juta sampai 4juta. Saya sangat terkejut mendengar kabar ini. Petugas mengatakan kemungkinan aplikasi Yahoo! Go di ponsel saya yang tidak di-log off sehingga biaya menjadi sebesar itu.

Saya harus menunggu datangnya billing pemakaian Indosat 3.5G untuk mengetahui jumlah tagihan dan pelunasan. Namun pada hari itu juga (20/6) saya menyatakan berhenti berlangganan Indosat 3.5G. Sebagai seorang guru SD saya merasa hendak dirampok oleh Indosat dengan jumlah uang sebesar itu.

Sepulang saya dari Galeri Indosat, saya mengecek pemakaian saya di portal 3G Indosat (http://3g.indosat.com). Sungguh ajaib, di sana disebutkan pemakaian saya hingga 19 Juni 2008: 7 Megabite dan masih ada sisa 1,5Mb. Saya mengecek pada telepon seluler saya, status transfer data (log) harian sekitar 100Kb. Tidak tertera pemakaian yang luar biasa. Terus terang saya amat kecewa atas ketidakprofesionalan pelayanan Indosat dan tidak transparannya pemakaian Indosat 3.5G. Belum lagi kualitas kecepatan internet 3.5G yang sangat jauh api dari panggang dengan yang diiklankan di media masa.

Saya menyarankan agar para pembaca berhati-hati dan mempertimbangkan baik-baik bila hendak menggunakan 3.5G, dan semoga pengalaman ini tidak kembali menimpa siapa pun.

Toni Sidjaya

Tuesday, July 01, 2008

dinding bayang 3

deretan makam dengan wajah dan nama asing dalam derai kembang kamboja berguguran pada jejak langkahmu merekah mewangi sementara matahari senja mengintip di balik rumput ilalang yang tertiup membawa kisah-kisah nun di suatu masa seumpama epik terukir pada sekujur perut borobudur sembari dirimu berlari di undakan yang tak pernah kita tahu panas dan dingin malam telah menempa demikian lamanya berayun-ayun sebelum akhirnya beku dalam kesenyapan abadi

Monday, June 30, 2008

dinding bayang 2

hujan berderai pucat
warna meluntur rembes di dinding
membawa bayang wajahmu
bilakah rona merah dan jingga
terbit menangguk sepotong senyuman

dari bingkai yang kukenali
meski kusam
kusimpan ia erat
di sudut hati
dan sebatang lilin bernyala

Sunday, June 29, 2008

dinding bayang

dinding waktu, ruang, dan semua molekul
mampat mengikat persenyawaan antara diriku dan dikau
di suatu ruang hampa kehidupan
renda-renda melarik sekujur alur sungai
yang pecah membuncah di jeram
seolah helai sayap malaikat yang terlepas
menyampaikan pesan tanpa kata

ada yang terlupa saat malam membuai tidurmu
angin dingin kaliurang dan ombak laut selatan
mendesah lembut di kaki gunung
: di manakah sang pralaya menanggung kala?

senyapkan, senyapkan semua sabda
seperti di awal penciptaan
hening tanpa tepi
dinding tanpa bayang
dirimu apa adanya

Saturday, June 21, 2008

umbrella

you have my heart
and we'll never be worlds apart
maybe in magazines
but you'll still be my star

baby cause in the dark
you can't see shiny cars
that's when you need me there
with you i'll always share.

because,
when the sun shine
we'll shine together
told you i'll be here forever
said i'll always be your friend
took an oath i'm a stick it out till the end.

now that it's raining more than ever
know that we'll still have each other
you can stand under my umbrella
you can stand under my umbrella.

these fancy things
will never come in between
you're part of my entity
here for infinity.

when the war has took it's part
when the world has dealt it's cards
if the hand is hard
together we'll mend your heart.

you can run into my arms
it's okay don't be alarmed
come into me
(there's no distance in between our love)
so go on and let the rain pour
i'll be all you need and more.

it's rain, baby,
it's rain, come into me, come into me

[mandy moore, umbrella]

Monday, June 16, 2008

menghitung kematian

beberapa hari ini ada beberapa peristiwa kematian terjadi. pertama, seorang pastor kenalanku di Yogya. Rabu, 11 Juni 2008 pukul 18.45 (17.45wib), beliau kena serangan jantung saat sedang bermain badminton. langsung meninggal. Kamis pagi jam 10.00 jenasahnya sudah tiba di Makassar dan disemayamkan di aula keuskupan. Sabtu pagi, dimakamkan di pemakaman rohaniwan Pakatto, Gowa.

kedua, seorang pemuda tetangga. anak keluarga baik-baik dan kaya. Jumat pagi 13/6 pukul 6.00 dia ditemukan di kamar sudah meninggal. katanya dia menderita penyakit lever. aneh saja kalo sampai penderita sakit meninggal di rumah tanpa ada yang tahu. tetangga lain memberitahu bahwa pemuda itu pecandu narkotika. ia pernah membeli narkotika lewat tukang becak dekat rumah.

kematian pemuda berusia 28 tahun ini cukup membuat saya berpikir lama dan merenung. mengapa bisa dia meninggal seperti itu? kedua orangtuanya saya kenal sebagai orangtua ideal. mereka pembina para pasangan suami isteri di gereja. aktivis kegiatan gereja.

pemuda itu sewaktu masih kecil dulu tampangnya imut, berpakaian putera altar. gak akan ada yang menyangka bila ia berakhir hidup tragis seperti ini.


Minggu siang (15/6) saya menyempatkan diri melayat dan mengikuti upacara pelepasan jenasah di rumahnya. sang Ibu tampak sangat shock, menangis sejadi-jadinya dan memanggil nama anaknya.

pukul 13.30 upacara Requiem di gereja. pastor mengatakan bahwa anak ini telah lepas dari penderitaan hidup. hidup sekalipun di permukaan tampak penuh sampah dan kotoran, namun di dasar terdapat arus kuat keilahian. sekarang ia telah bersatu dalam arus ilahi.

pukul 15 saya mengantar sampai ke pemakaman. saya duduk terpekur sambil mencoba menarik makna peristiwa yang getir ini. entahlah, apakah ini ilusi apa bukan. saya melihat pemuda tersebut dalam rupa bocah berpakaian misdinar berdiri di depanku. ia memegang tongkat salib memandang ke makam. saya memandangnya cukup lama dan jadi tersenyum...
ya kutahu, ia kini sudah berbahagia.

di akhir upacara, kutemui sang ibu. kusalami dan kuceritakan mengenai peristiwa tadi sambil berkata: "dia sudah berbahagia sekarang..."

semoga beristirahat dalam damai.

Saturday, May 10, 2008

"aku sedih duduk sendiri, papa pergi, mama pun pergi..."

lagu itu mengingatkan pada seorang gadis kecil di tahun '70-an. Yoan Tanamal. dia melantunkan lagu yang menggambarkan kisah hidupnya dalam Seminar Penanggulangan HIV-AIDS di Makassar, 5 Mei 2008.

Yoan bukan lagi seorang bocah berwajah imut dengan suara khasnya. ia kini sudah sangat dewasa, berusia 35 tahun, pernah terjerumus ke dalam dunia narkotika sejak usia 14 tahun. ayahnya meninggalkan dia dan sang ibu. dia dibesarkan oleh sang ibu hingga sang ibu dipanggil sang Pencipta. dunianya runtuh. ia menjual semua barang miliknya untuk memperoleh narkoba. sempat hidup meluntang-lantung di stasiun kereta.

hingga Yoan ditangkap polisi saat membeli shabu seharga 'cuma' Rp 50.000,- (menurutnya apes sekali waktu itu). dia dijebloskan dalam tahanan LP Pondok Bambu. di sana dia menemukan Tuhan yang tidak pernah meninggalkannya. dia bertobat, meninggalkan dunia gelap narkoba dan sempat bersyukur tidak terjangkit HIV-AIDS yang adalah saudara kembar narkoba.

saat berkisah tentang kerasnya hidup yang dijalaninya, Yoan terdengar beberapa kali menarik napas. pandangan matanya kosong menerawang ke masa lalu. suaranya serak, namun dia tampak sangat tegar. dari warna suaranya orang akan salah mengira suara lelaki.

itulah potret seorang Yoan Tanamal. penyanyi bocah saat masa kecilku.

gambaran yang sangat manusiawi, termasuk saat ia menyanyikan kembali tembang itu: "aku sedih duduk sendiri, papa pergi, mama pun pergi..."

Monday, April 07, 2008

Nice people i've met on pilgrimage


Min dan Francois. kami bertemu di stasiun Macon. Min, gadis Korea yang sedang studi di Bristol. Francois, seorang bapak tua yang bekerja sebagai sopir di Cluny. pada masa mudanya ia pernah mengelilingi Asia Tenggara. jadilah, saat menunggu bus ke Taize tak membosankan bersama obrolan mereka.


kelompok pemuda Jerman. mereka memainkan mangkuk plastik, biskuit, serta segala benda yang dapat dipindahkan bersama irama lagu... makin lama makin cepat. saya ikut serta dalam permainan. dan tentu saja, selesai permainan, biskuitnya remuk dalam bungkusannya.


Claire dan Olga. Dua volunteer untuk kelompok peserta usia 30 tahun ke atas (tanpa mengatakan kelompok tua, hehehe...). Claire dari Belgia, Olga dari Rusia. mereka selalu sigap membantu siapa saja.


Claire.


Our Group. Inilah kelompok para tua-tua (di atas 30 tahun), dalam konferensi harian mendalami teks KS.


Alfredas dan Lorenz. Dalam kelompok berbahasa Inggris, bergabung dengan beberapa teman yang bisa berbahasa Inggris. di antaranya Alfredas dari Lithuania, Lorenz dari Jerman. Alfredas berperan sebaga penerjemah bagi teman-temannya berbahasa Rusia. Lorenz sempat mengajak jalan-jalan mengunjungi Cluny.


Emil Kanov. Emil dari Bulgaria, seorang penyanyi opera. siang hari di tengah lapangan luas, dia menyanyikan Requiem (Verdi) dengan penuh ekspresi. saya beruntung hadir di sana dan luar biasa suaranya...


Spanish group. beberapa teman dari Spanyol sempat ngobrol tentang jalan ke Santiago Compostella. saya amat tertarik dan mudah-mudahan suatu saat bisa menempuh jalan ke sana.


Darth Vader :). dari pakaiannya, saya menyebutnya Darth Vader. beliau tertawa saja dan selalu begitu. keramahan khas Australia. G'day... unik mendengarnya dengan aksen khas Aussie.


Youth Group. saat-saat terakhir saya bergabung dengan kelompok sharing usia 25-35 tahun. jadi terasa lebih muda kembali... seru banget diskusinya, soal kemiskinan! PBB kalah deh.


Ania. gadis Irlandia, dari penampilannya yang mengkilap, tak menyangka dia lulusan sekolah teologi. namun sempat kubaca garis tangannya... dan dia terkejut dan penasaran soal jodohnya. katanya sih terakhir si Italia telah didepaknya pergi.


Free Hugs. dua gadis ini berkeliling menawarkan pelukan gratis... sungguhan. banyak yang senyum-senyum, namun banyak juga yang membiarkan diri dipeluk. bagaimana bila macam ini dibuat di Indonesia? hmmmh...


Hector. anak ini menemaniku dalam perjalanan ke Lyon sampai ke Roma, karena dia tinggal di Roma dan sedang kuliah S2 Radiologi. Pierluigi dan Cristina mengantar kami sampai ke Lyon dengan mobil.


Pierluigi dan Cristina. pasangan dari Pescara, Italia ini telah kenal Taize sejak masih kuliah, tahun 1990-an hinga kini. mereka mengemudi mobil datang ke Taize. boleh dibilang sepanjang pekan suci di Taize, mereka teman ngobrol paling asyik... apalagi saat menyanyikan lagu: Voglio una vita spericolata... Olala!

postcard from Taize


inilah perkemahan tempat saya menghabiskan pekan suci di Taize, Perancis. indah sekali pemandangan dari perkemahan karena terletak di atas bukit.


salib di depan jalan raya yang melintas di depan Taize.


Victoria, saya, Br. Francesco, Br. Andre, Sandi dan ibundanya, dalam Indonesian meeting.


saya, Br. Andre, pasangan pendeta: Yosef Hehanusa dan istri, di belakang La Morada, Taize.


happy easter 2008!

Friday, April 04, 2008

dua minggu untuk selamanya

on the way home...


akhir perjalanan. menginap di hotel Formule1, Rungis, dekat Orly, Paris. tiba pukul 12 malam, check-out pukul 7 pagi. hotelnya unik, amat kompak dan simpel. tarifnya juga termasuk murah, 30 euro semalam. namun bersih dan apik, karena masih group Accor hotel.


di depan kounter SQ di bandara CDG, saat antrean check-in panjang sekali, kedua anak muda ini justru asik main gaple di lantai... mungkin masih menunggu lama penerbangan berikut.


terorongan khas bandara CDG mengantar penumpang ke terminal keberangkatan. terowongan ini melintasi atas jalan.


rombongan city tour bandara Changi, Singapura, menuju ke bus.


tuan Raffles masih berdiri angkuh di tepi Clark Quay. ikon ini melekat erat di kepala setiap kali berjalan-jalan menyusuri Clark Quay.


ehem, taipan atau gangland boss? di atas perahu menikmati Clark Quay.


ini angle foto unik, pas sejajar garis lurus pandangan merlion.


kebun bunga matahari di Terminal 2 Changi. jadi ingat sama film Under Tuscan Sun. sayang, di Italia belum kujumpai kebun bunga matahari seperti ini.


kolam koi di dalam bandara Changi, terminal 2.


papan gambar menggunakan pastel warna yang disediakan di bandara Changi. year of the rat, 2008!

Monday, March 10, 2008

seribu burung-burung kertas


Sewaktu Boy dan Girl baru pacaran,
Boy melipat 1000 burung kertas buat Girl,
menggantungkannya di dalam kamar Girl.
Boy mengatakan 1000 burung kertas itu menandakan 1000 ketulusan hatinya.
Waktu itu... Girl dan Boy setiap detik selalu merasakan betapa indahnya cinta mereka berdua...

Tetapi pada suatu saat, Girl mulai menjauhi Boy.
Girl memutuskan untuk menikah dan pergi ke Perancis ... ke Paris ...
Tempat yang dia impikan di dalam mimpinya berkali-kali itu...
Sewaktu Girl mau memutuskan Boy, Girl bilang sama Boy, kita harus melihat dunia ini dengan pandangan yang dewasa. Menikah bagi cewek adalah kehidupan kedua kalinya. Aku harus bisa memegang kesempatan ini dengan baik. Kamu terlalu miskin, sungguh aku tidak berani membayangkan bagaimana kehidupan kita setelah menikah ... !!

Setelah Girl pergi ke Perancis, Boy bekerja keras ...
dia pernah menjual koran ...
menjadi karyawan sementara ... bisnis kecil ...
setiap pekerjaan kerjakan dengan sangat baik dan tekun.
Sudah lewat beberapa tahun ...
Karena pertolongan teman dan kerja kerasnya, akhirnya dia mempunyai sebuah perusahaan.
Dia sudah kaya, tetapi hatinya masih tertuju pada Girl, dia masih tidak dapat melupakannya.

Pada suatu hari ... waktu hujan, Boy dari mobilnya melihat sepasang orang tua berjalan sangat pelan di depan.
Dia mengenali mereka, mereka adalah orangtua Girl ....
Dia ingin mereka lihat kalau sekarang dia tidak hanya mempunyai mobil pribadi,
tetapi juga mempunyai vila dan perusahaan sendiri, ingin mereka tahu kalau dia bukan seorang yang miskin lagi, dia sekarang adalah seorang Bos.

Boy mengendarai mobilnya sangat pelan sambil mengikuti sepasang orangtua tersebut.
Hujan terus turun tanpa henti, biarpun kedua orangtua itu memakai payung,tetapi badan mereka tetap basah karena hujan.
Sewaktu mereka sampai tempat tujuan, Boy tercegang oleh apa yang ada di depan matanya,
itu adalah tempat pemakaman.

Dia melihat di atas papan nisan Girl tersenyum sangat manis terhadapnya.
Di samping makamnya yang kecil, tergantung burung-burung kertas yang dibuatkan Boy.
Dalam hujan, burung-burung kertas itu terlihat begitu hidup, Orangtua Girl memberitahu Boy, Girl tidak pernah pergi ke Paris, Girl terserang kanker, Girl
pergi ke surga. Girl ingin Boy menjadi orang, mempunyai keluarga yang harmonis, maka dengan terpaksa berbuat demikian terhadap Boy dulu. Girl bilang dia sangat mengerti Boy, dia percaya kalau Boy pasti akan berhasil.
Girl mengatakan... kalau pada suatu hari Boy akan datang ke makamnya dan berharap dia membawakan beberapa burung kertas buatnya lagi.
Boy langsung berlutut, berlutut di depan makam Girl, menangis dengan begitu sedihnya. Hujan pada hari itu terasa tidak akan berhenti,
membasahi sekujur tubuh Boy.
Boy teringat senyum manis Girl yang begitu manis dan polos.
Mengingat semua itu, hatinya mulai meneteskan darah...

Sewaktu orangtua itu keluar dari pemakaman, mereka melihat kalau Boy sudah membukakan pintu mobil untuk mereka.
Lagu sedih terdengar dari dalam mobil tersebut.

"Hatiku tidak pernah menyesal,
semuanya hanya untukmu,
1000 burung-burung kertas,
1000 ketulusan hatiku,
beterbangan di dalam angin
menginginkan bintang yang lebat besebaran di langit...
melewati sungai perak,
apakah aku bisa bertemu denganmu?
Tidak takut berapapun jauhnya,
hanya ingin sekarang langsung berlari ke sampingmu.
Masa lalu seperti asap...
hilang dan tak kan kembali.
menambah kerinduan di hatiku...
Bagaimanapun dicari,
jodoh kehidupan ini pasti tidak akan berubah..."