Saturday, December 13, 2008

kaleidoskop 2008: melamun di taize 1

Pendahuluan
Perjalanan kali ini dimulai dengan kisah yang semula sulit dipercaya. Saya mendapat tiket gratis dari Singapore Airlines (SQ) saat iseng-iseng bermain games online dalam rangka Perayaan 60 tahun SQ. Pemberitahuan pertama berupa e-mail semula kusangka junk mail sehingga kuabaikan. Pemberitahuan kedua yang dikirim membuatku terkejut, karena klaim hadiah mendekati batas tenggat waktu bulan Oktober 2007. Demikianlah saya mendapat berkat untuk mengadakan perjalanan ziarah dengan tiket pesawat Denpasar – Paris pp gratis dari SQ (kecuali pajak sejumlah USD 225 harus dibayar pada saat menebus tiket).

Bila kupikir-pikir, mungkin kejadian ini ada kaitannya dengan peristiwa tahun 2005 saat saya bersama teman-teman melanjutkan perjalanan dari World Youth Day di Koeln menuju ke Lourdes. Di Lourdes disediakan kotak donasi bertuliskan: 1 euro untuk tahun 2008, Jubileum 150 tahun Penampakan di Lourdes. Saya memasukkan sekeping uang 1 euro ke kotak donasi dan berkata kepada teman-teman: “Saya ingin datang ke Lourdes pada tahun 2008”. Meskipun belum tahu bagaimana caranya, karena pada tahun 2008 juga akan digelar World Youth Day di Sydney. Namun dengan tiket SQ gratis di tangan, kuduga doaku didengarkan Tuhan.

Persoalan berikut, bagaimana dengan urusan visa? Visa ini menentukan dari kota mana saya memulai perjalanan ziarah. Beberapa pilihan: Frankfurt, Roma atau Paris? Ada teman di Jerman yang mau membantu membuatkan invitation letter. Namun mengingat bahwa sewaktu mengurus visa Jerman tahun 2005, pemohon harus datang ke Jakarta saat mengajukan dan mengambil visa di kedutaan, ini berarti saya harus menambah waktu libur untuk mengurus visa ke Jakarta. Bapa Uskup juga sempat kutanya mengenai kemungkinan mengambil visa melalui Nuntius. Mengejutkan bahwa Bapa Uskup sungguh menanyakan hal ini kepada Nuntius. Saat saya menghadap Bapa Uskup, beliau bercerita sempat bertemu Nuntius di bandara. Nuntius menanggapi dengan berkata: “bila permintaan ini saya kabulkan, satu orang awam bisa masuk Eropa melalui Vatikan, bagaimana bila 100 juta penduduk Indonesia lain minta hal yang sama?” Saya sempat tertawa menyetujui pernyataan tersebut.

Saya menyusun beberapa rute alternatif perjalanan ziarah. Perjalanan akan melewati Taize, Perancis. Karena itulah saya mencari informasi mengenai Meeting di Taize. Tahun 2008, Meeting dimulai pada Pekan Suci, 16-23 Maret 2008. Saya mendaftar melalui situs Taize (www.taize.fr). Jawaban dari Taize datang tak lama kemudian melalui e-mail. Surat undangan akan dikirimkan dari Taize melalui pos untuk mengurus visa. Surat bertanggal 17 Desember 2007 saya terima pada awal Januari 2008. Pastor Frans Nipa, sekretaris keuskupan menyarankan supaya menggunakan jasa Raptim untuk mengurus visa. Beliau memberikan nomor telepon Bapak Andre di Raptim. Saya menghubungi Pak Andre untuk menanyakan berkas apa saja yang dibutuhkan untuk mengurus visa di Kedutaan Perancis. Saya segera mengurus antara lain surat keterangan dari tempat kerja, surat pernyataan bank dan rekening, booking tiket, pas foto. Dokumen tersebut bersama Paspor asli kukirimkan dengan kurir cepat ke Raptim. Pak Andre sempat memberitahu bahwa sejak awal tahun 2008, Kedutaan Perancis menggunakan jasa VFS untuk urusan visa, sehingga belum ada kepastian waktu selesainya visa.

Ternyata visa schengen tersebut selesai dalam seminggu dan langsung dikirimkan ke alamat saya menggunakan kurir cepat. Saya menyampaikan terimakasih dan apresiasi atas kesigapan layanan Raptim c.o. Bpk Andre dalam pengurusan visa.

Sekarang saya dapat mengatur rute perjalanan. Dimulai dari Paris, menuju ke Taize, lalu terus ke mana? Saya mencari informasi sarana transportasi di internet. Akhirnya menemukan EasyJet, penerbangan murah. Saya memesan tiket penerbangan dari Lyon ke Roma, Roma ke Madrid, Madrid ke Toulouse, Toulouse ke Paris Orly total senilai 115 euro. Beberapa teman di Eropa mengatakan bahwa tiket tersebut benar-benar murah. Iya, mungkin karena pada saat saya mengambilnya jauh hari dan ada promo diskon 25%.

Berangkat
Hari keberangkatan dari bandara Ngurah Rai, Bali pada Jumat, 14 Maret 2008 akhirnya tiba. Br. Francesco dari Taize sempat menelponku mengingatkan bahwa acara pada Minggu Paskah di Taize berlangsung hingga siang hari, saya diminta untuk mengatur jadwal selama berada di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke kota lain.
Pukul 19.25 boarding dengan pesawat Singapore Airlines menuju ke Singapura. Tiba pukul 22.30 di Terminal 2 bandara Changi. Setiap penumpang transit ditempeli stiker bertuliskan T3 oleh petugas bandara dengan maksud agar segera menuju ke terminal baru yakni Terminal 3. menurut jadwal yang tertera di layar monitor, pesawat ke Paris boarding pukul 22.50! Ini tentu membuat penumpang transit segera berlarian melewati eskalator menuju ke skytrain yang mengangkut penumpang ke Terminal 3.

Tiba di Terminal baru, saya tidak sempat menikmati pemandangan di sana, termasuk terminal internet yang dipasang untuk penumpang ataupun lantai berlapis beludrunya. Saya menghampiri petugas yang berjaga di pos untuk menanyakan bagaimana cara tercepat menuju ke terminal keberangkatan. Dia menunjuk ke train shuttle yang menuju ke Terminal 1. Katanya kereta itu akan berhenti di depan tempat keberangkatan ke Paris. Namun saya tidak berani mengambil risiko, saya berlari lagi terengah-engah sampai di tempat keberangkatan. Antrian sudah memanjang, beruntung air gelas dari pesawat tadi kubawa sehingga bisa kuteguk memuaskan dahaga. Model transit seperti begini tentu tidak cocok untuk orang lanjut usia karena harus berlari atau setidaknya berjalan cepat agar tidak ketinggalan pesawat.

Pukul 23.30 pesawat berangkat. Perjalanan memakan waktu 12 jam, saya coba menikmati sajian hiburan KrisWorld: beberapa album lagu seperti John Lenon, Katie Melua, dan nonton film dagelan India yang diperankan Shah Rukh Khan “Om Shanti Om”. Kemudian terlelap kecapaian.

No comments: