Saturday, January 05, 2008

cabut gigi


akhirnya eksekusi itu jadi dijalankan, gigiku dicabut. setelah coba kuulur waktu dan tawar menawar dengan dokter Chintya. dokter menyuruhku ke pusat klinik gigi untuk foto rontgen gigi supaya kondisi akar gigiku dapat dipantau.

memang beberapa hari lalu gigiku sempat sakit dan gusi bengkak. dokter bilang, terjadi peradangan di akar gigi sehingga harus dicabut. perjanjian dibuat, tanggal 3 Januari 2008 gigiku akan dicabut.

saat tiba di klinik, dokter belum datang. saya pergi ke kios sebelah untuk makan malam dulu supaya kalau gigiku jadi dicabut, setidaknya aku sudah tidak lapar. ternyata, nyaliku tidak sebegitu kuat. kucoba menanyakan alternatif bila gigi tidak usah dicabut. dokter mengatakan, untuk memastikan aku harus foto gigi.

Jumat, 4 Januari 2008 pukul 20 tiba giliranku masuk ruang periksa. "bagaimana", tanya dokter Chintya.
"yah, hasil fotonya jelek. katanya musti dicabut saja, dok..."
"jadi sudah siap?"
aku mengangguk dengan penuh keraguan.

berbaring di kursi periksa ibarat menunggu eksekusi mati. tapi tidak tahu bagaimana cara eksekusi dan kapan eksekusi itu telah selesai. mataku terpejam sambil menduga-duga. beberapa kali alat semprotan didekatkan pada gusi (kuduga ini cairan untuk pemati rasa). dokter menggoyang-goyangkan gigiku dengan alat semacam tang dan terasa sakit.
alat semprotan itu didekatkan pada gusi, lalu aku berkumur dan memuntahkan cairan itu. rasa kebas mulai terasa di pipi.

kali ini aku harus membuka mulut lebih lebar. alat semacam dongkrak dimasukkan ke dalam mulut. "tibalah saatnya", pikirku pasrah...
alat itu mencoba menarik akar gigiku hingga tercerabut dari gusi. perjuangan yang cukup mendebarkan. apakah berhasil?

aku sampai berkeringat dingin di dalam ruangan ber-AC. dokter mengatakan: "lemaskan badan dan kepalanya... jangan tegang". gimana bisa tidak tegang? ini ibarat perjuangan melawan alat dongkrak...

krakk... kutahu gigiku sudah tercabut. perlahan kudengar suara dokter mengatakan kepada asistennya: "tidak rata permukaannya" sambil menggosokkan sebuah alat pada tempat bekas gigi yang dicabut.

apa??? pikirku liar. apakah tulang bekas patahan yang ditinggalkan gigiku menonjol sehingga perlu dirapikan? gila benar.

kemudian aku berkumur-kumur dan memuntahkan darah segar yang ada di mulutku. dokter menaruh kapas pada bekas gigi untuk digigit. katanya itu cara untuk menghentikan perdarahan.

aku diberi resep analgesik untuk membantu hilangkan nyeri karena katanya obat pemati rasa yang disuntikkan di gusi itu dosisnya cuma dua jam. dijamin pada malam hari bila tidak minum analgesik maka akan terasa nyerinya.

di tengah hujan deras, aku mampir ke apotek untuk menebus resep.

gigi yang telah dicabut itu diberikan dokter kepadaku.

kuterima sambil mengucapkan terimakasih (dalam hati aku bertanya: terimakasih untuk apa? gigi dicabut dan dibuat berdarah kok malah bilang terimakasih? hahaha...

1 comment:

True Blogger said...

Jangan pernah takut ke dokter gigi lagi ya