Wednesday, October 26, 2005

Melamun di Dom 13: concluding mass

22 Agustus 2005

Pukul 7.30 saya terjaga. Suasana senyap, damai dan indah terasa di pagi itu. Atap kemah masih basah oleh embun. Sleeping bag kugulung kembali. Ini adalah hari terakhir kami sebagai volunteer nginap di sini. Dan memang menyebalkan saat menyadari bahwa hari terakhir itu sudah tiba. Setelah merapikan isi kemah, pintu kemah berupa ritsleting kubuka.
Anyway, saatnya mandi dan sarapan. Siang nanti ada acara perpisahan para volunteer di Messe.

Di tenda makan ketemu lagi teman-teman dari Johor Baru. Sambil menikmati roti kepal, nescafe dan susu, kami ngobrol mengenai rencana perjalanan sesudah acara di Koeln berakhir. Tenda makan terisi lebih banyak peserta dibandingkan kemarin. Namun tidak seramai hari-hari sebelumnya, karena banyak volunteer yang sudah check out alias pulang dari Fuhlinger See.

Kesenyapan itu terasa makin dingin. Apalagi saat kembali ke kemah untuk mengemasi barang-barang ke dalam ransel. Saat bertemu Jung dan Sandra untuk berpamitan, sepertinya masih ada cerita yang belum selesai kami kisahkan. Jung tampak letih setelah lembur jaga di Marienfeld, namun dia sudah bangun dan akan ke Messe untuk acara perpisahan.

Pukul 9.30 saya check out dari kemah Fuhlinger See. Melewati jalan berpasir dan hamparan bukit-bukit rumput. Juga bebek-bebek yang berenang di danau. Menuju ke halte Seeberg, naik bus ke Wilhelm Sollman Str. Di sana berkenalan dengan Manuel, volunteer dari Jerman yang ajaibnya, hingga hari terakhir begini belum tahu di peron sebelah mana kereta yang menuju Messe... Manuel jadi teman perjalanan untuk ngobrol, sehingga hanya kilasan-kilasan tempat yang terakhir kali dilewati kereta dapat kutangkap.

Tiba di apartemen Armel, lebih ramai lagi. Ada Mbak Ina, Agnes, Stella dan Armel menyambutku ibarat anak hilang... hehehe. Kami tak dapat bercerita banyak karena musti segera menuju ke Messe. Di perjalanan, kami mampir di wartel. Stella ingin menelepon ke Jakarta, demikian juga mbak Ina. Tarifnya murah sekali, beberapa sen euro bisa dipakai nelpon ke nomor ponsel di Indonesia selama beberapa menit. Maklum pakai saluran VoIP.

Sambil menunggu mereka nelpon, saya perhatikan seorang anak kecil yang mau fotokopi selembar kertas. Karena badannya kecil sekali, saya coba membantunya menaruh kertas ke mesin fotokopi, lalu menekan tombolnya. Agnes berusaha mencegah, “gak usah dibantu, Ton... di sini sudah biasa, orang fotokopi layani diri sendiri...”
“Iya, tapi anaknya kecil banget...”, jawabku
Dan benar saja, hasil fotokopinya mengejutkan saya sendiri: posisi kertasnya tidak tepat, alias hasilnya jelek. Aku cuma meringis... hehehe. Anak itu mengambil hasil kopian, lalu ke meja kasir untuk membayar. [apa kata babenya kalau tahu itu hasil kerjaan saya, ya? Hehehe...]

Setelah itu kami tiba di Messe. Mahluk-mahluk berseragam volunteer memerahkan tempat itu terakhir kali. Di depan pintu kami dibagikan beberapa suvenir khusus. Concluding Mass for Volunteer sudah dimulai. Kami menerobos kerumunan relawan untuk mendapat tempat. Ramai sekali... Uskup dalam homilinya menyebut kami para relawan sebagai onta. Peserta menyambutnya dengan sorakan.
“Tanpa onta, para majus tidak akan dapat sampai ke Bethlehem”, kata uskup.
Peserta bersorak lagi.
“kalian telah menjadi onta-onta yang baik, yang melayani para peserta WYD selama beberapa pekan. Tak peduli besar-kecilnya pekerjaan yang kalian tangani, namun itu sangat berharga...”
Peserta bergemuruh berseru: “be-ne-det-to”...
Setelah misa, kami berfoto-foto. Beberapa teman relawan yang sejak awal kami kenal, sekarang kami jumpai di sini kembali: teman dari Paraguay, Polandia, dan tim kami...
Kami ngantri untuk makan siang bersama. Menu kali ini spesial. Ada chili dan roti, steak ikan, serta minuman aneka rasa dalam botol-botol 1,5liter.

concluding mass for volunteer
Saya berkenalan dengan seorang ibu tua yang kebetulan juga relawan di WYD ini. Katanya, dia sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi untuk menghidupi keluarganya. Tak dapat kulupakan kilatan matanya yang memancarkan kebanggaan saat ia mengatakan: “anak saya juga ikut dalam kegiatan WYD ini sebagai pembawa acara. Kamu lihat dia itu tadi yang ngomong setelah misa...”
What a great mom!

Foulques, Ina, Melitta, Edouard, and me
Saya bertemu dengan Fulques [ejaan namanya seharusnya Foulques], Edward [Edouard] dan Estelle untuk berpamitan. Mereka sedang duduk-duduk di halaman rumput di bawah pohon rindang. Kemudian Melitta, dia masih mau menyanyikan lagu “Mitte” khusus terakhir kalinya.
Dan our commander, Florian Jung. Kami berjabatan erat di depan pintu Messe sebelum berpisah. Dia bilang sangat terkesan dengan kehadiran kami di sini sebagai relawan.

Saya mengantar Melitta ke stasiun Messe. Tas kopernya lumayan berat. Dia sedang mengejar kereta ke Muenster. Sempat salah peron, kemudian kami berlari ke tangga lain... kali ini peron yang tepat. Sebuah kereta dengan pintu terbuka. Melitta langsung melompat masuk dengan kopernya, sambil melambaikan tangan...

Dari situ saya menuju ke pusat kota. Untuk berpamitan dengan Media Markt, Galeria, 4711 dan Dom, hehehe... di Galeria ada dua kali saya meminta lembaran Tax Free. Petugasnya, seorang cewek, di ruangan khusus, mungkin dia sampai hapal. Soalnya saat belanja terakhir jam 17, saya menghampirinya untuk membuat formulir Tax Free, dia sudah berkemas mau pulang kantor. Namun, dia mau juga melayani demi pengembalian 2-3 euro tax-ku... hehehe. [mungkin dia pikir, gigih juga nih anak... Akan lebih seru lagi nanti kisah pengembalian pajak di bandara Charles deGaulle, Paris]

Mbak Ina sms memberitahu supaya saya menunggu di Dom untuk janjian makan malam bersama. Saya pun balik ke Dom. Duduk-duduk termangu di tangga pelataran Dom memandang beberapa orang yang lalu lalang menuju Koeln Hbf. Teringat pada pertama kali kami tiba di tempat ini serta keramaian peziarah dari aneka bangsa. Warna-warni ceria mereka masih dapat terlihat.

Armel membuyarkan lamunanku di Dom. Mereka [Mbak Ina, Agnes, Armel, Stella] tiba dan bersepakat mengagetkan daku dari belakang. Lalu memeriksa tas belanjaan hasil ‘pamitanku’ tadi. Kemudian kami berjalan menuju ke sebuah restoran Korea.

Menu yang disediakan a la buffet, alias makan sepuasnya dengan membayar Eur 6 per orang. Kami duduk semeja, asyik ngobrol sambil mengganti piring berikut isinya... menu nasi dan masakan timur sungguh nikmat. Hingga jam 21.15, tinggal beberapa pengunjung saja yang masih betah dalam resto itu, termasuk meja kami... 15 menit lagi resto tersebut akan ditutup. Makanannya enak sekali siih. Tak lupa kami memuji-muji nyonya pemilik resto [sampai katanya pelayannya mau bungkuskan makanan buat bekal kami, hihihi...].

Malam telah larut, kami harus pulang ke rumah untuk berkemas-kemas. Besok pagi kami akan berangkat meninggalkan Koeln. Saya meminjam komputer Armel untuk mengopi beberapa lagu Indonesia ke MP3 player sebagai teman perjalanan.

Mbak Ina, Agnes dan Stella tidur di kamar Armel. Saya tidur di kamar Ato sendirian.
Pukul 01.30 saya baru dapat terlelap setelah kemas-kemas dan menyortir barang bawaan selesai. Akhirnya, malam terakhir tiba juga...

vivere pericoloso

jangan henti dulu
waktu mengejar kita
saat kita berusaha mengeja makna hidup

seluruh cinta
musti kita panggul
dengan langkah tertatih

semoga,
aku masih sanggup
melarik keajaiban
di ujung sana

No comments: