Tuesday, September 20, 2005

Melamun di Dom 4: make a wish

13 Agustus 2005

Sudahkah kuceritakan sebelumnya bahwa kami menginap di sebuah tempat yang sangat indah? Fuhlinger See. Danau Fuhlinger yang dikelilingi bukit-bukit rumput dan pepohonan. Bebek-bebek berenang di danaunya yang jernih. Pohon-pohon yang tumbuh di tepinya dengan sulur-sulur yang terjulur sampai ke permukaan danau. Persis gambar di postcard yang waktu kecil kusimpan dan sering kupandangi berlama-lama. Rasanya seperti mimpi bisa berada di tengah gambar postcard itu.

Pukul 6 pagi aku sudah bangun dan segera ke kamar mandi. Mengenai kamar mandi, aku cukup kaget semalam waktu meninjau tempat yang akan kami pakai mandi. Berbeda dengan Dixi, di kamar ini disediakan air. Bentuknya seperti van. Masing-masing van ditempeli tanda bahwa itu KM Pria atau Perempuan. Nah, aku sempat menengok semalam, di dalam van terdapat lima bilik kecil untuk pancuran [shower] dan di depannya terdapat sebuah wastafel panjang dan cermin. Yang cukup mengejutkan, di antara bilik shower dan wastafel dipisahkan tirai plastik namun transparan! Itulah yang membuatku bangun pagi-pagi benar. Amit-amit deh pesta ‘orgi’ alias orang gila di kamar mandi! Hehehe…

Aku periksa satu-satu van. Rupanya sudah banyak yang bangun dan mandi. Pas aku buka pintu, uap air menguar keluar. Beberapa sedang gosok gigi dan cukur. Ketika pindu hendak kututup dan mencari van lain, ada suara yang berseru dari dalam van, “C’mon, here is warm…”
Ajakan ramah itu membuatku masuk. Ada bilik shower yang kosong. Air panas yang mengalir dari pancuran membuat ruangan itu seperti Jacuzzi. Dan aku sangat bersyukur, tirai penutup bilik di sini tidaklah transparan. Gak perlu aku cerita mendetail ya… hehehe.


Pukul 8 kelompok kami pertama kalinya berkumpul di pinggiran danau. Komandan regu kami namanya Florian Jung. Jung dalam bahasa Jerman berarti muda.Sungguhan dia masih muda dan masih sekolah di SMU, kalau nggak salah umur 18 tahun. Aku salut, dia bisa jadi pemimpin yang baik dalam kegiatan ini. Paling tidak, itu tidak membuatku merasa ketuaan…

Karena Jung kurang lancar berbahasa Inggris, Sandra yang membantunya menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Oh ya, dalam kelompok kami terdapat beberapa teman dari Perancis, Polandia, Slowakia. Mereka juga tidak fasih ngomong Jerman, sehingga kami yang dari Indo tidak merasa sebagai mahluk aneh.

Sarapan pagi disediakan pada sebuah tenda besar. Ada roti sekepalan tangan, mentega aneka rasa, selai buah atau daging kaleng [pork], teh sachet dari Assam atau Nescafe. Silakan diambil sendiri… di pintu disediakan berkardus-kardus apel segar. Jadi, stok logistik di perkampungan tenda ini aman dan terkendali.


Setelah sarapan, kami lanjutkan briefing di kantin. Jung menjelaskan tugas kelompok kami selama Pekan Pemuda Sedunia yang dimulai Selasa [16/8] dan persiapan yang harus kami lakukan. Lokasi tugas kami nanti di Dusseldorf. Sebetulnya masih ada dua lokasi lain di mana peserta WYD disebar: Bonn dan Koeln. Di sanalah para relawan bekerja. Karena tugas relawan membantu untuk kelancaran kegiatan.

Setelah itu acara perkenalan. Satu per satu memperkenalkan diri, asal negara dan harapannya! Silakan make a wish… Jung membantu memegang peta wilayah Jerman. Waktu tiba giliranku, untuk menunjukkan lokasi Indonesia, Jung musti menunjuk ke semak-semak di ujung sana… lokasi Indonesia sungguh jauh dari peta Jerman! Hahaha… semua tertawa. Dan harapanku?
“I just need a good sleep!” kataku jujur.
Banyak yang mengutarakan harapannya dengan indah berkaitan dengan WYD dan kelompok kami, namun kalimat tadi keluar begitu saja dalam ucapanku. Make a wish toh?

Pukul 11 kami ramai-ramai berangkat ke shelter bus. Kemudian bus menuju ke stasiun Wilhelm Sollmann Str. Kami naik kereta ke Koeln Hbf dengan tujuan mengunjungi Dom. Kami diberi waktu bebas hingga jam 13 untuk melihat-lihat isi Dom. Hari sudah pukul 12.


Katedral raksasa itu dilihat-lihat dalam tempo 1 jam? Musti mulai dari mana? Untunglah saya bersama Hubert dan Julia. Hubert tampaknya paham sejarah Dom dan sisi-sisi uniknya. Dia malah bilang: “Bukan nyombong, di antara semua gereja dan basilika yang pernah saya kunjungi termasuk St. Peter di Roma, bangunan dan isi Dom masih lebih bagusan!”
Aku sih cuma melongo memandangi keindahan isi Dom dan pilar-pilarnya yang menjulang tinggi. Saat berjalan ke sisi altar, terlihat jelas kotak emas tempat relikwi para majus disimpan. Inilah yang membuat Dom menjadi tujuan ziarah dunia.


Jam 13 kami sudah berkumpul di halaman Dom dan lanjut ke gereja St.Gereon yang letaknya beberapa blok dari Dom. Di sana terdapat dapur umum untuk para relawan. Antrian sudah cukup panjang waktu kami tiba. Karena kelamaan antri, beberapa teman mengumpulkan kupon makan kami. Kami keluar dan menunggu di halaman rumput depan gereja sambil bercakap-cakap tentang Jerman dan dunia pendidikannya.


Makanan baru datang pada pukul 15!
Beberapa kotak pasta yang dimasak dengan ayam yang dibagikan ke piring-piring kertas, segera ludes… maklum ibarat pasukan lapar bertemu belanga, deh.
Saya baca di buku panduan, gereja St.Gereon adalah lokasi bersejarah, karena di sini beberapa martir dipenggal lehernya [termasuk St.Gereon?]. makanya ada patung kepala raksasa tanpa tubuh tergeletak di lapangan rumput tempat tetirah kami siang itu.

Dari situ kami lanjut ke Ursulinen, kata teman-teman ada pesta barbeque di sana sore ini. Beberapa blok kami berjalan baru sampai di kompleks sekolah Ursulin. Di sini para relawan tidur di ruang-ruang kelas. Toilet menggunakan toilet sekolah yang relatif lebih normal. Disediakan tempat cuci pakaian menggunakan mesin cuci, selain fasilitas warnet gratis bagi para relawan di kompleks Ursulinen. Namun, acara barbeque tidak kunjung digelar. Mbak Ina kelihatan sudah pegal… beberapa kali kakinya digosok pakai minyak saking capeknya.

Kami memutuskan kembali ke Dom. Sepanjang jalan yang dilalui beberapa kali kami coba menengok penginapan dan tarifnya berapa… mungkin tenaga kami bisa direcharge lebih baik bila nginap di sana ya? Tapi biayanya itu bila dikali seminggu lebih… mimpi di sore hari!

Agnes rupanya sedang memanjat 509 tangga menuju puncak menara Dom. Wuihh… kecil-kecil tapi tenaganya kuat juga naik-turun tangga nih!
Kami janjian mau ke Galeria sore itu, melalui Hohestrasse, jalan di samping Dom yang dipenuhi toko-toko dan kios. Sempat mampir membeli sebungkus kentang goreng pakai saus mayones, dimakan ramai-ramai bertiga… anggap saja snack sore. Kami tiba di Galeria Kaufhof untuk membeli bedroll alias matras, sekadar untuk membuat tempat tidur di Fuhlinger See lebih empuk.. yang paling murah harganya 5 euro, itulah yang kupilih. Selain kami, ada juga dua orang cewek dari Korea sedang membeli sleeping bag dan matras. Mereka volunteer WYD juga. Sempat terjadi keributan di kasir, karena pelayan toko memberikan barang dengan harga berbeda. Uang mereka tampaknya tidak cukup…

Selesai belanja, kami turun kembali ke lantai bawah… sambil bercakap dengan ramainya… dan tiba-tiba sepasang pemuda-pemudi menyapa kami: “Dari Indonesia ya…?”
Itulah perjumpaan awal kami dengan mahluk Indonesia diaspora di Koeln. Selanjutnya dapat ditebak: percakapan kami sangat ramai, sampai-sampai penjaga toko meminta kami keluar dengan sopannya… gubbraaakk! Hehehe.


Kami bercerita panjang lebar tentang WYD, perkampungan tenda kami nan permai, dan… percaya nggak, mereka langsung menawari kami untuk nginap di kamar! Guntur dan Armelia! Dua malaikat yang kami jumpai di Galeria Kaufhof. Selanjutnya kami makan-makan di MacD. Armelia rupanya tahu tempat makan enak dan murah. Maklum dia mahasiswa FE di Universitas Koeln. Hampir setiap menu di MacD sini hanya 1 euro. Aku makan burger dan coke, jadi cuma bayar 2 euro.

Agnes rupanya membawa bungkusan bekal untuk makan malamnya berupa roti kepal, selai, mentega dan sosis. Aku diminta untuk memberikan kepada pengemis yang duduk di emperan toko. Waktu aku berikan bungkusan itu padanya, dia nanya: “Where are it’s from?”
Kupikir, dia nanya roti itu dari mana. Kujelaskan bahwa itu roti yang baru dibagikan bagi kami untuk makan malam. Dia jawab: “No, no… you!” katanya dengan bahasa Inggris patah-patah.
Baru kutangkap maksudnya: “Indonesia”.
“I don’t know where is Indonesia. But, thank you! God bless you.” Katanya sebelum kami berlalu.

Agnes kembali ke gymnasium tempat nginapnya. Saya dan Mbak Ina ikut Armelia dan Guntur naik kereta. Malam itu kami akan nginap di tempatnya. Kereta berhenti di Trimbornstrasse. Kami berjalan kami ke apartemen Armelia. Saya tidak memperhatikan apakah bintang-bintang bersinar terang di langit tengah malam itu, yang pasti saya tahu harapan yang tadi pagi saya ucapkan di depan teman-teman, telah dikabulkan Tuhan.

Sebuah kamar dan kasur empuk. Gute nacht!

No comments: