Friday, June 15, 2007

menyangkali para korban


ada kecenderungan aneh dalam sejarah kita: menyangkali para korban. ini topik hangat diskusi kami hari ini, sehubungan dengan berita konferensi Holocaust yang dipromotori Gus Dur di Jimbaran, Bali.

ada pembantah Holocaust, seperti presiden Iran Ahmedinejad. buku Holocaust Revisionist pernah saya lihat versi bahasa Indonesianya di TB Gramedia. sempat bergidik waktu sekilas membacanya. bukan karena kisah horor, tapi argumentasi bantahan dalam buku yang mengatakan bahwa holocaust itu cuma isapan jempol kaum zionis. tak ada jumlah korban 6 juta orang Yahudi yang dibunuh. kalaupun ada korban, mereka mati di kamp akibat wabah sampar. kisah holocaust dikarang hanya untuk simpati bagi zionis.

lalu bagaimana dengan kamp konsentrasi Dachau, Auschwitz dan kamp-kamp lain yang tersebar di daratan Eropa? apakah mau dikatakan itu hanya tempat bermain anak-anak? ya nonton saja film Roberto Benigni: La vita e bella. di film itu kegetiran hidup kamp konsentrasi dijadikan seolah tempat rekreasi oleh sang ayah bagi anak kesayangannya.

catatan harian Anne Frank? semata fiksi belaka?
dan Schindler's List atau Daftar yang dibuat Oskar Schindler?

belum lama berselang, pada peringatan Kerusuhan Mei, sebuah stasiun tv menayangkan wawancara dengan Ester Jusuf, seorang relawan yang menangani para korban. turut hadir seorang pria (seorang pengacara kalo nggak salah). perut saya benar-benar dibuat mulas dan mau muntah, sewaktu si pengacara mengeluarkan argumentasi membantah habis keberadaan korban pemerkosaan...
tak ada korban pemerkosaan saat kerusuhan Mei di Jakarta, katanya. mana orangnya? kenapa nggak mau bersaksi? itu kan hanya cerita-cerita orang saja.

kurang lebih sebangun dengan peristiwa di atas dengan mengatakan: tak ada peristiwa pembantaian massal oleh Nazi. mana orangnya? kenapa nggak mau bersaksi?

demikian juga dengan peristiwa pembantaian massal mereka yang dicap PKI, maupun golongan yang berseberangan.

gejala apa semua ini? para korban dibungkam selamanya dan disangkal keberadaannya.
dan selalu kita tiba pada kenyataan ini: kita tidak akan pernah bisa maju bila tidak dapat berdamai dengan masa lalu: mengungkapkan kebenaran dan rekonsiliasi.

No comments: