Tuesday, July 19, 2005
film GIE jelas bukanlah biografi
film GIE sempat membuat bioskop pol. semalam aku beruntung masih dapat bangku deretan depan. terjepit di antara para remaja yang sibuk ngobrol.
film ini melewati pemanasan di media massa. kontroversi berseliweran: dari tokoh Gie tidak pantas dimainkan oleh Nicholas yang tampan itu, sponsor perusahaan rokok, bahkan isi dari film yang menyederhanakan sosok Soe Hok Gie.
aku penasaran saja. bagaimana Mira Lesmana dan Riri Riza membangkitkan anak muda yang mati muda hampir limapuluh tahun lalu untuk hadir di alam kini. jelas bukan persoalan main-main. setting lokasi dan situasi yang sangat berubah musti dibangun dengan kejelian pada detail yang nyaris sulit ditemukan saat sekarang.
Gie kukenal dari tulisannya. masa kuliah dulu, dia mampu memompakan idealisme dan gelora perjuangan dengan membaca "Catatan Seorang Demonstran". idealisme yang katanya sudah menjadi barang mahal zaman sekarang. dia mahasiswa kritis dan humanis. semua teman yang mengenalnya tentu setuju. itu yang kutangkap dalam Diskusi mengenang 30 tahun kepergian Gie tempo hari. Gie bukanlah superhero.
beberapa hal menarik di film ini adalah lambang-lambang PKI [palu arit] yang ditampilkan seolah menandai era kebebasan yang tengah berhembus saat ini, juga lagu "genjer-genjer" diperdengarkan kepada penonton GIE. saya teringat lagu ini dalam novel Ayu Utami "Larung" dinyanyikan oleh Gerwani, sayang lagu ini tidak disertakan dalam kaset soundtrack GIE... konon bila disertakan, dikuatirkan nanti bisa melejit ke tangga lagu populer di Indonesia! [tapi saya jamin, popularitas "Cucak Rowo" masih lebih tinggi dibandingkan lagu kuno genjer-genjer... :)]
mau lihat wajah si Bung? waduh, si Bung Karno tampil dengan gagahnya pakai kaca mata hitam dan tak lupa tongkat komandonya. Gie diperlihatkan berkunjung ke istana memakai jas pinjaman dan si Bung menegurnya, jas tersebut kekecilan... adegan Gie melangkah pulang meninggalkan istana kiranya gambaran sutradara bahwa Gie beroposisi terhadap si Bung. ada dua kekuatan besar pada zaman itu: militer dan PKI, si Bung mendekati PKI untuk mengendalikan kekuatan militer. pada waktu peristiwa Gerakan 30 September 1965 meletus diperlihatkan adegan si Bung sedang gundah di kamarnya.
dari sisi ini film GIE memperkaya khasanah perfilman Indonesia. Ariel Haryanto pernah mengritik betapa miskinnya film independen Indonesia yang mengangkat tema seputar pergerakan 1965, selain film klise "Pengkhianatan G-30-S/PKI" produksi pemerintah Orde Baru itu.
GIE memperlihatkan sekelumit adegan pembantaian orang-orang yang dianggap PKI. adegan ini dibalut dengan kisah tragedi Tjin Han, sahabat Gie. Han memilih PKI untuk dapat memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Gie sendiri berasal dari kalangan menengah yang berkecukupan. mereka bersahabat sejak kecil, bermimpi bermain di pantai... nasib memisahkan mereka. Han berakhir di tahanan, kemudian di bawa ke pantai, lalu ditembak. katanya eksekutornya adalah milisi berpakaian hitam? siapakah mereka itu? jangan-jangan ini rekaan sutradara untuk memperhalus tampilan GIE?
Han memang diakui Riri Riza sebagai tokoh imajiner. sejatinya Gie tak punya teman bernama Tjin Han. yang ada adalah seorang bernama "Boen ..." yang memang mati, menurut Catatan Seorang Demonstran. jelaslah bahwa tokoh Tjin Han adalah romantisasi dari kisah GIE. dia menjadi benang yang direntangkan sutradara sejak awal pertengahan hingga akhir film.
mimpi mereka untuk melihat pantai terpenuhi. Gie mati, dalam kilasan masa kecilnya berguling-guling di puncak Pangrango bersama Han. nilai persahabatan dan nilai perjuangan disajikan sutradara untuk pemirsa kawula muda zaman ini. dari segi ini, film GIE patut diapresiasi secara layak.***
kalo yang ini sih, fotoku waktu di pantai di tahun '65-an... hahaha, percaya?"
jam 10:50:00 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment