Tuesday, August 09, 2005

Melamun di Dom 1: bedroll louis vuitton

9 Agustus 2005

Perjalanan panjang ini dimulai sejak pesawat saya dari Makassar mendarat malam hari di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng. Sewaktu menunggu bagasi datang, saya berkenalan dengan sepasang bapak-ibu yang sepesawat dari Makassar. Si ibu terlebih dulu menyapa saya, katanya dia mengenal saya sebagai guru krisma anaknya… saya sendiri terus terang tidak ingat lagi.
Namun saya merespon sapaan mereka, hingga bagasi saya tiba, yakni sebuah ransel besar yang saya beli belum lama.

Mereka tampaknya heran dan mulai bertanya mengenai tujuan saya. Lalu saya katakan bahwa saya akan berangkat ke Jerman mengikuti Pekan Pemuda Sedunia. “Lanjut ke Paris, nggak?” tanya ibu itu antusias. “Memang begitu sih rencananya. Dari Cologne kami akan lanjut ke Paris untuk ziarah ke Lourdes…”, jawab saya.
“kalau begitu, boleh saya titip untuk belikan tas Louis Vuitton?”, pintanya sambil menjelaskan jenis yang dikehendakinya lengkap dengan harganya yang sekitar 600 euro. Saya terperangah mendengar dan spontan saya jawab, “kenapa nggak nyari yang di Cihampelas saja…”
Si Ibu tertawa dan berkata: “bisa kelihatan jelas beda Louis Vuitton buatan Cihampelas dengan yang aslinya.”
Lalu mereka mengajak saya ikut menumpang di mobil yang datang menjemput.
Dalam hati saya bersyukur atas kebaikan hati mereka.

Jakarta sudah malam, lampu-lampu jalan bersinar terang. Sangat kontras dengan di tempat asal saya, Makassar. Sewaktu-waktu PLN dapat memadamkan listrik. Kami mengobrol di sepanjang jalan. Mereka menuju ke arah Pondok Indah, saya ke Ciputat. Jadi, saya akan turun di depan PIM.
Sewaktu menyinggung kembali soal Louis Vuitton, ibu itu bilang kalau mau saya pakai dulu kartu kredit untuk beli tas itu, nanti sekembali di Jakarta dia akan membayar kontan. Namun, karena kuatir barang bagasi saya akan cukup banyak sehingga saya mencoba menolak secara halus. Sebelum turun di depan PIM, saya memberikan kartu nama saya. Mereka dapat mengontak saya apabila mereka sungguh serius soal pembelian tas itu.
Sebuah taksi blue bird berhenti. Sopir mereka dengan baiknya membantu memindahkan barang-barang saya ke bagasi taksi. Lalu kami pun bersalaman untuk berpisah.

Taksi membawa saya ke tempat kakak saya di Ciputat.
Setiba di sana dan taksi telah pergi, saya baru menyadari bahwa bedroll [matras] yang saya bawa telah tertinggal di bagasi taksi. Maklum bawaan saya mirip orang mau pergi berkemah. Sleeping bag saya taruh di dalam ransel. Namun bedroll harus dijinjing karena ukurannya besar. Ada pelapis aluminium di sekelilingnya. Itulah yang muncul di pikiran saat saya mengamati seluruh barang saat berada di kamar dan baru menyadari kehilangan benda berkilau satu itu.

No comments: