[catatan: kisah ini dituliskan setelah kembali di Indonesia]
Festival India di Indonesia sudah hampir dimulai beberapa hari lagi. Awal November ini rencananya. Waktu ke Plasa Indonesia kemarin, saya mampir di Sogo dan melihat beberapa pernak-pernik India dipajang di sana. Aku jadi teringat pada perjalanan di suatu masa di tanah India. Kisahnya belum selesai ya… karena itu akan kulanjutkan sekarang. mohon dimaafkan, kelamaan nunggunya, maklum banyak kesibukan sepulang dari India (alasan klasik…).
Sekalian kisah-kisah ini kuberikan sebagai hadiah ulangtahun kepada beberapa kerabat kenalan yang baru saja merayakan ulang tahun.
Kami tiba malam di Haridwar, setelah capek perjalanan dari Sungai Gangga. Ini suatu kota kecil, masih berdekatan dengan Rishkesh, daerah di mana banyak peziarah ke Sungai Gangga ataupun untuk berlatih yoga, tempat ini konon Pusat Yoga Sedunia. Gila, banyak turis bule nyasar di sini… tampangnya urakan, seperti pertapa. Rambut gimbal, berjalan kaki, pake sendal, kayaknya sih belum pernah mandi berapa hari. Sayangnya waktu tiba di daerah ini, kami telat. Upacara Aarti yang diadakan tujuh tahun sekali, tak dapat kami ikuti. Rombongan kami sempat tersesat. Dari jembatan gantung yang terbuat dari kawat baja dan melintas di atas sungai Gangga, kelompok kami mengambil jalan ke sebelah Kanan (ikutan sama Puneet), sementara kelompok lainnya mengambil jalan sebelah Kiri (ikutan sama Tuhina). Kloplah… kami saling mencari di tengah kegelapan malam.
Daripada ikutan nyasar, kami menunggu di jembatan. Pemandangan tepi sungai dalam kegelapan malam memang indah, eksotis dan sekaligus menakutkan. Lampu-lampu rumah doa di tepian pegunungan Himalaya tampak berkelip-kelip. Beberapa meter di bawah kami terlihat bayangan hitam arus sungai gangga dan batu-batu besar. Kebayang deh kalo terpeleset ke sana… ihhh. Dari pada bengong menunggu, kami berfoto-foto di kegelapan… ada teman yang suka menyebutku sebagai "great enemy", kali ini dia berbaik hati mau berfoto denganku… hehehe. Maka peristiwa ini selalu kusebut dengan "enemy at the gate" (mirip judul sebuah film perang yang dibintangi Joseph Fiennes). Fotonya masih kusimpan. Ada yang mau?
Akhirnya rombongan teman-teman yang ikut Tuhina muncul juga. Dengan culunnya mereka pada berkicau bahwa kami yang setengah mati dicari-cari… lho, padahal justru mereka juga sedang dicari-cari. Saling mencari nih yee… Kupikir hikmah peristiwa adalah memang perlu suatu "pencarian ke dalam diri" (inner searching), jangan-jangan apa yang selama ini secara fisik dianggap ada malah justru sebetulnya nggak ada. Si Fajar apa Bagja ya yang kasihan, sudah berlari-lari menempuh jalan bolak-balik ke tempat auto-rickshaw yang mengangkut kami. Dikira rombongan Tuhina sudah duluan kembali ke pangkalan auto-rickshaw. Lalu kami bersama-sama jalan kaki menyusuri jalan pulang. Lumayan melelahkan karena jalan mendaki. Di antara teman-teman ada yang berbadan subur macam Pak Rudiama, Pak Oemar, Irwan. Kami yang berbadan ukuran biasa saja ngos-ngosan, tapi untunglah mereka juga dapat menempuh jalan berundak-undak dalam kegelapan malam. Nggak kebayang deh kalo ada yang sampai pingsan atau sampai sakit jantung… ada teman bilang, Pak Rudiama yang bertubuh sangat subur itu jangan diragukan staminanya, karena ia rajin ikut klub beladiri… sumo kali ya Pak? hehehe… selagi capek-capeknya dengan tampang kusut, masih ada juga yang menampilkan keceriaan. Apalagi kalo bukan berfoto-foto sesaat sebelum auto-rickshaw bergerak meninggalkan Pusat Yoga Sedunia, Rishkesh.
Setiba di pangkalan bis, kami langsung menenggak air botol dingin yang tersedia di bis. Bis bergerak dan kali ini penumpangnya tenang sekali. Mungkin karena kecapekan, atau kesal karena kesasar tadi sehingga tidak dapat menyaksikan Aarti ceremony. Bayang-bayang Himalaya surut di setiap kelokan serta pepohonan yang dilalui bis kami menuju Dehradun.
Kami tiba dengan kondisi mengenaskan (hehehe…) di hotel di Dehradun pukul 21.45. Saya lupa nama hotel tersebut. Nah story muncul lagi saat pembagian kamar bagi rombongan bonek kami. Karena jumlah kamar hotel tidak mencukupi, sebagian peserta dialihkan ke hotel lain. Saya tidak terlalu menyimak pesan yang diberikan dan menyangka termasuk dalam kelompok yang dibuang ke hotel lain. Yang saya ingat cuma pesan bahwa pukul 22.15 harus berkumpul kembali di hotel ini untuk makan malam dan… dancing! Bergegas kami naik ke bis kembali. Setelah duduk manis, eehh, aku disuruh turun, katanya aku sebetulnya kebagian kamar di hotel ini. Sekamar dengan Purnadi lagi. Kamar nomor 205. letaknya di lantai 2 bagian depan hotel menghadap ke jalan. Teman-teman lain di bis berangkat menuju ke kamp konsentrasi… karena nggak tahu dimana mereka akan dibuang malam itu. Sambil menunggu teman mandi, saya menyetel tv. Untunglah ada saluran tv yang lagi memutar film "Big Momma's House" malam itu, film komedi yang dibintangi Martin Lawrence. Kocak sekali, aku sampai terpingkal-pingkal menontonnya. Pas adegan ketika Big Momma sedang latihan bela diri dengan ibu-ibu, eh wig (rambut palsu)-nya terlepas. Polisi pria yang sedang menyamar ini menyangka penyamarannya terbongkar, ibu-ibu lain seketika kompakan membuka juga wig mereka. Kepala gundul semua!
Setelah mandi, bergegas kami menuju ke lantai dasar untuk dinner. Di sana musik disko sudah menanti, serta makan malam yang menunya khas India. Tuhina sudah siap-siap dancing. Kata teman-teman yang ikut se-bis dengan dia, she had promise that she would dance tonight. Kupikir dia mau menari tarian tradisional seperti di film-film India… tau-taunya modern dancing! Sambil menyantap makan tengah malam, Tuhina dan Puneet sudah duluan melantai… wow, kepenatan sehari terlupakan. Hentakan musik terasa memenuhi ruangan. Teman-teman segera menyelesaikan makan malam. Ikutan turun melantai. Rame sekali. Ada teman-teman yang semula enggan, akhirnya ikutan berdisko. Musiknya kebetulan aku suka. Siang tadi waktu nunggu si sopir bis kami yang super-ugal-ugalan tiba, Puneet sempat memperdengarkan padaku CD player yang dibawanya. Lagu yang diputar berjudul "Cecilia". Aku senang pada lagu ini yang aslinya dinyanyikan oleh Simon and Art Garfunkel. Liriknya begini:
Cecilia, you're breaking my heart
You're shaking my confidence daily
Oh Cecilia, I'm down on my knees
I'm begging you please to come home …come on home.
Puneet dan Tuhina dancing amat energik. Saya kira semua terpukau melihat kelincahan gerak mereka. Saya sempat mengambil gambar saat mereka dancing. it's very stylish! Terakhir kali aku masuk diskotik seumur-umur sewaktu acara perpisahan sekolah SMP dulu… nostalgia lagi ceritanya. Hehehe… teman-teman ada yang semula enggan ikut dancing, tapi setelah dikompor-kompori, akhirnya ikutan melantai.
Lagunya makin asyik. Ada YMCA, Living la vida loca, dan… Who let the dogs out. Lagu terakhir ini asyik sekali, karena semua pada menggonggong pada waktu ditanya "who let the dogs out?" penyanyinya kalo nggak salah "Bahai men"? aku lihat ada di sampul kaset Piala Dunia 2002 Korea baru-baru ini.
Indira teman kami berbakat jadi provokator dancing. Dia mengajari teman-teman kompakan goyang: cuci, jemur… cuci, jemur… cuci, jemur… terus kapan keringnya? hehehe… Pak Rudiama? Jangan ditanya, badan sesubur itu tak menghalanginya untuk bergoyang.
Malam semakin larut. Pukul 00.15, acara dancing dituntaskan. Teman-teman yang nginap di kamp konsentrasi (hotel lain) musti naik bis kembali ke hotelnya. Sementara kami kembali ke kamar masing-masing. Benar-benar kecapekan. Pingin lekas bobok, bermimpi berenang di dinginnya air Gangga. Dan memang demikian. Semalaman tidur kedinginan karena letak AC di setiap kamar ditaruh sejajar dengan bed... seumur-umur baru kejadian begini, tidur di samping AC.
bersambung
Saturday, June 01, 2002
india trip 11: continuing the journey
Subscribe to:
Posts (Atom)