rindu yang berlari melewati halte saat penumpang telah pergi menjejak di langit malam yang bergemintang dan hujan yang enggan turun sejak kemarin-kemarin menyisakan sepotong tanya: mengapa awan tak kunjung tiba
dan engkau terpaku berdiri di bibir pantai menyaksikan mentari tua yang tergeletak di ufuk cakrawala
bukakan jalan baginya, teriak ombak putus asa lalu ikan-ikan berkumpul di kakimu dan semua mahluk lautan yang tak pernah engkau kenal menari-nari di pelupuk mata
turunlah hujan, teriak mereka
turunlah hujan, sabda semesta
turunlah hujan, bisik mentari tua yang sekarat
pasir padang angin kering menimbus lukaku saat dirimu memandangku sebuah oase kering kerontang menganga di matamu air tak lagi mengalir di sana
turunlah hujan, desahku
merapalkan mantera yang pernah diajarkan bunda
bibirku kelu kata-kataku meranggas
demi tuhan, t-u-r-u-n-l-a-h h-u-j-a-n!
setitik air mengalir dari matamu
setitik lagi turun ke bumi
dan titik-titik lain berkejaran
tanah mendesah, langit bernyanyi, kehidupan bersemi
katak menggeliat dari lumpur kematian yang mengutuknya sebagai benda mati semenjak alam diciptakan sang Pencipta menggunakan tanah merah untuk membangunkan adam dan hawa mereka bernyanyi lagu indah yang baru pertama kali kudengar: namamu mereka sebut berulang-ulang...
berulang-ulang
menetes-netes
berulang-ulang
menetes-netes
Tuesday, November 28, 2006
nyanyian hujan
jam 7:00:00 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment