Saturday, February 21, 2009

Benjamin Button: permenungan hidup dan waktu


bagaimana bila kehidupan berjalan mundur, sementara waktu berjalan maju? bagaimana cinta diselaraskan di antara keduanya? film The Curious Case of Benjamin Button (disingkat BB atawa Benjamin Button) mencoba menjawab pertanyaan tersebut. diangkat dari novel F. Scott Fitzgerald (1921), kehidupan Benjamin ditampilkan rada aneh. penonton akan berkerut kening melihat bayi yang lahir dengan wajah manusia berumur 80tahun! kemudian dia diasuh oleh Queenie, seorang ibu berkulit hitam. masa kecilnya dihabiskan dengan di panti jompo. namun takdirnya: dia semakin hari kelihatan muda! Benjamin menjalani hidup secara terbalik.

Brad Pitt berperan sebagai BB. ketika muda, dia bertampang tua. dandanannya tampak lazim. penata rias dan efek visual berhasil menampilkannya secara luar biasa justru ketika ia berusia tua, dan bertampang culun anak muda! wow, kulitnya kelihatan kencang mulus seperti remaja. film ini mengingatkan saya pada sebuah film bertema serupa yang pernah diperankan oleh aktor watak Robin Williams. juga film Forrest Gump. BB mengambil durasi hampir 3 jam! sepanjang film bertutur mengikuti alur hidupnya.

Cate Blanchett, berperan sebagai Daisy, kekasih BB. pesona Cate Blanchett di film ini justru mengingatkan saya pada peran peri menawan yang dimainkannya di film The Lord of The Rings. flash back kehidupan BB bertautan dan mengundang tawa. pengalaman Benjamin muda (dengan tampang tua) masuk ke rumah bordil sampai pengalaman tragis di Pearl Harbour.

alur kisah cintanya baru mengalir pada pertengahan film. dan pada akhir film penonton akan terkejut menemukan kenyataan hidupnya.

film BB yang memakai tag filosofis: "Life isn't measured in minutes, but in moments", memang berisi permenungan mendalam mengenai hidup dan waktu. lihatlah tutur yang bertaburan dengan kata-kata sarat makna:

BB: I was thinking how nothing lasts, and what a shame that is.
Daisy: Some things last.

BB: Your life is defined by its opportunities... even the ones you miss.

dan pada kalimat terakhirnya di film ini BB berkata seperti merenung:
Some people, were born to sit by a river.
Some get struck by lightning.
Some have an ear for music.
Some are artists.
Some swim.
Some know buttons.
Some know Shakespeare.
Some are mothers.
And some people, dance.


dan, seperti ada ruangan senyap yang disisakan pada bagian akhir film.

Friday, February 20, 2009

from Australia with love


film Australia berdurasi 2,5 jam cukup membuat ujian kesabaran. apakah penonton akan betah memelototi layar selama itu dan mengurai jalinan kisah yang cukup kompleks? ternyata bisa. film yang dibesut Baz Luhrmann (Moulan Rouge!, Romeo+Juliet) menghadirkan kisah yang mengalir seperti drama panggung dengan latar Australia serta keindahan alamnya.

Nicole Kidman berperan sebagai Lady Sarah Ashley, berangkat dari Inggris ke Australia di tahun 1939 untuk menjumpai suaminya. sang suami punya peternakan Faraway Downs dan mendapat order sebagai pemasok 2000 ekor ternak untuk memenuhi logistik Perang. tragis, suaminya tewas. Fletcher, yang bekerja mengelola peternakan, sebagai tokoh antagonis. dialah sang pembunuh, sekaligus pencuri ternak. ini diceritakan oleh Nullah, seorang bocah aborigin campuran yang tinggal di Faraway Downs.

Fletcher dipecat dan diusir oleh Lady Sarah. kemudian dia bekerja pada Carney, pengusaha ternak terbesar di sana. ketika Lady Sarah dan peternak dari Faraway Downs menggiring ribuan ternak untuk memenuhi order tadi, Fletcher berulah lagi. dia membakar pepohonan. ternak berlarian ketakutan di antara tebing-tebing bukit. hingga suatu ketika ternak berlarian menuju jurang, sebagaimana diharapkan si jahat Fletcher, dan di tepi jurang berdiri Nullah...

Nullah mengeluarkan kemampuan sihir yang diperoleh dari kakeknya. ia berdiri tenang, menatap para ternak yang berlari ke arahnya, menggerakkan tangannya. seketika mereka semua berhenti... luar biasa!

kisah cinta terjalin di sini antara Lady Sarah dan Drover yang diperankan Hugh Jackman (The X-man). di tengah tandusnya padang, mereka berhasil mengantar ribuan ternak menuju ke kapal yang sudah siap mengangkut, dan mengalahkan peternakan Carney dan Fletcher.

kejahatan Fletcher makin menjadi-jadi. Mr.Carney bosnya dibunuhnya dengan cara didorong ke sungai penuh buaya. Fletcher menjadi penguasa peternakan terbesar dan berambisi menguasai Faraway Downs.

di tengah film, Nullah memainkan lagu "Somewhere over the rainbow" dengan harmonika. indah sekali terdengar. demikian juga, menjelang akhir film, ketika Nullah dan Drover disangka sudah tewas akibat penyerbuan Jepang yang meluluhlantakkan wilayah utara Australia, musik harmonika Nullah dari kejauhan dapat didengar Mrs.Boss (panggilan Lady Sarah).

Drover juga sempat patah hati. ketika berada di sebuah pohon di padang, tempat mereka dulu mengaso dan pertama kali ia jatuh hati pada Lady Sarah, kalimat ini diucapkan temannya: "Without love, you are nothing. You will have no dreams, no hope..."

kupikir inilah kalimat kunci film ini. sebuah Australia yang meskipun kemudian hancur, dibangun dengan cinta dan pengharapan. bukan dengan ambisi buta dan kejahatan sebagaimana dibuat Fletcher.

Somewhere, over the rainbow, way up high.
There's a land that I heard of Once in a lullaby.

Somewhere, over the rainbow, skies are blue.

And the dreams that you dare to dream
Really do come true.

menurutku film ini layak mendapat 8,5 dari 10 bintang.

defiance: pembangkangan terhadap nasib


film Defiance merupakan satu di antara beberapa film tentang nasib orang Yahudi di masa Hitler. dengan embel-embel: diangkat dari kisah nyata, alur kisah perjuangan Bielski bersaudara menyelamatkan 1200 orang pelarian Yahudi menjadi amat asyik untuk diikuti. mengingatkan saya pada "Schindler List", "Cold Mountain" dan "Enemy at the Gates". film ini bersetting Polandia, Eropa Timur, dan menyajikan potongan-potongan pemandangan alam indah tempat para pelarian Yahudi bersembunyi di hutan-hutan. maklum, lokasi syuting film di Lithuania.

Bielski bersaudara mengambil inisiatif bersembunyi di hutan bersama para pelarian Yahudi. pilihan bagi mereka sangatlah sedikit: mati ditembak pasukan SS, ditahan di kamp konsentrasi (dan mati di sana), atau lari bersembunyi di hutan. semakin lama, jumlah mereka bertambah banyak. persediaan makanan pun menjadi persoalan, belum lagi penyakit, dan rasa aman yang amat mahal. tempat mereka terkepung pasukan SS, setiap saat dapat menjadi akhir pelarian mereka.

Daniel Craig berperan utama sebagai Tuvia Bielski, pemimpin pelarian. sosoknya mengingatkan pada James Bond 007 yang belum lama beredar. di film ini, dia tidak hanya disegani sebagai pemimpin, namun dia pun menderita sakit di tengah cuaca dingin yang ganas. sisi kemanusiaannya sebagai pemimpin kerap kali diuji. misalnya, dia memberi aturan tidak boleh ada anak kecil/bayi selama pelarian mereka. ketika seorang perempuan kedapatan melahirkan akibat diperkosa tentara SS, dia tidak tega mengusir perempuan dan bayinya. risiko bagi keselamatan bayi memang besar, tak kurang juga bagi rombongan pelarian bila bayi tersebut menangis... hmmh, serba salah sebetulnya.

Tuvia Bielski berseberangan dengan Zus Bielski, saudaranya. Zus menghendaki pertempuran dan pembalasan terhadap lawan. Tuvia menghendaki persembunyian di hutan dengan risikonya. Zus kemudian bergabung dengan gerilyawan Rusia untuk melawan pasukan SS.

pondok-pondok dari batang pohon mereka dirikan di hutan. musim dingin membawa salju yang tebal dan rasa lapar yang menggigit. Tuvia menembak kuda kesayangannya, demi memberi makan ratusan orang yang kelaparan.

akhirnya, lokasi mereka ketahuan oleh pasukan SS. mereka digempur dengan persenjataan berat pesawat udara. kemudian pasukan infanteri hendak menyelesaikan pembasmian para pelarian ini. pertempuran sangat tidak imbang.

kisah Musa yang memimpin orang Israel melewati Laut Merah, seolah ditampilkan pada adegan ini. Tuvia memimpin mereka menuju "tanah terjanji". mereka sungguh menunjukkan sikap pembangkangan terhadap nasib, bahwa mereka harus mati konyol di tangan Nazi.

tag film jadi sangat mengena: "Freedom begins with an act of defiance". kebebasan senantiasa diawali tindakan pembangkangan.

kisah heroik Bielski yang nyaris dilupakan sejarah, disajikan dalam film ini. mungkin untuk mengingatkan kita yang kadang cepat lupa, dan menyerah pada nasib.

Tuesday, February 03, 2009

keheningan


pelajaran yang paling sulit dalam kehidupan? belajar untuk hening. itu pelajaran yang coba kudalami beberapa hari lalu. maka perjalanan kulanjutkan ke Pertapaan Karmel, Tumpang, Malang.

tempat ini sangat indah. terletak di pelosok nun di atas daerah perbukitan. sekitar 15 tahun lalu, pertama kali saya ke tempat ini jalan yang dilewati berbatuan. benar-benar perlu menghayati arti jalan penderitaan untuk dapat tiba di sana... sekarang, syukurlah, jalanan sudah licin beraspal.

dari bandara Juanda, Surabaya menumpang bus Damri (Rp 15.000) dari bandara ke terminal Purabaya atau Bungurasih. di sana naik bus Patas jurusan Malang (Rp15.000)... kendaraan sempat melambat di jalur Porong, Sidoarjo. satu-satunya jalan raya disesaki kendaraan dua arah, akibat jalan tol yang terputus gara-gara lumpur Lapindo!
tiba di terminal Arjosari menumpang mikrolet putih TA (Tumpang-Arjosari). saya hampir keliru naik mikrolet AT (Arjosari-Tidar). sampai di pasar Tumpang (Rp 4.000), menyewa ojek sampai ke Pertapaan (Rp 20.000).

Seorang Bapak pengemudi ojek mengantarku dengan kecepatan asik naik turun jalan berbukit-bukit, di sisi kiri-kanan sawah dan kebun... hujan gerimis mulai turun... pengalaman tak terlupakan off-road hingga ke Ngadireso, pemandangannya indah sekali.
tiba di Pertapaan, hujan bertambah deras mengguyur. suatu sambutan yang hangat (hangat???) dari alam atas kedatanganku ke tempat ini setelah 15 tahun... hahaha.

rencana saya menginap selama dua hari di sana. istilahnya retret pribadi. tanpa pembimbing rohani. pertama kali saya ke tempat ini juga begitu. nginap sendiri, retret pribadi. saya menyebutnya pengalaman rohani tak terlupakan, ibarat di Gunung Tabor bersama Yesus.

kegiatan harian: ikut doa dan misa pagi, saat hening, sarapan pagi, renungan di kapel (memakai buku-buku yang sudah saya siapkan), makan siang, istirahat sore, doa sore, saat hening, makan malam, istirahat malam.

doa sore saat saya tiba disertai misa yang dipimpin Romo Petrus O.Carm. renungannya mengenai Benih yang Ditaburkan sangat menarik. dia langsung berkata (di tengah suasana hening): setiap orang tidak membutuhkan pembimbing, karena Sabda Allah yang ditaburkan di hati masing-masing memiliki daya tumbuh... saya langsung berpikir, kok kalimat ini ibarat menyapa saya dengan penuh kehangatan?

pada misa pagi esok harinya, mengenai Yesus yang tertidur di buritan kapal saat badai melanda, Romo Petrus bilang: ada suster yang protes mengenai kalimat saya semalam, lhah terus apa lagi tugas kami sebagai pembimbing, guru, bila tidak dibutuhkan? Romo menunjukkan Yesus yang tertidur di kapal, seolah-olah dibiarkan tidur hingga para murid berteriak-teriak minta tolong... "Jadi, jangan pernah membiarkan Yesus tertidur. ajaklah Yesus berbicara dalam hidupmu..."

ada beberapa orang menginap di sana. biasanya mereka didampingi oleh pembimbing rohani. misalkan Ibu Maria Goretti dari Bali, menginap 10 hari di sana. juga Ibu Lili dan Siska dari Surabaya. selain itu ada pasutri dari Jember yang tiba Sabtu malam.

pagi hari, saya berjalan-jalan ke taman di belakang pertapaan. di sana terdapat Sendang (sumber air) bernama Sendang Retno Adi. keran air di depan Gua Maria dapat dinyalakan untuk menikmati air sumber. rasanya segar dan manis. letaknya di tepi bukit, sehingga pemandangan alam berupa sawah dan hutan terhampar indah.

di depan pertapaan, ada jalan kecil menuju ke Gua Maria dan tempat Jalan Salib yang ditata dengan taman bunga yang apik. di sana kupu-kupu banyak berterbangan. bunga teratai mekar di pagi hari.

saat refleksi pribadi di kapel, saya merenungkan mengenai Keheningan dari buku Henri JM Nouwen, "Dapatkah Kamu Minum dari Cawan Itu?". katanya, sulit mencari keheningan di tengah dunia entertainment (dari kata "enter"= di dalam, tengah, "tain"= tinggal) yang memang bertujuan agar orang tinggal berlama-lama dalam dunia hiburan, menjauhkan dari diri dan permasalahannya. perlu keheningan, untuk mendengarkan suara diri yang selama ini tidak terdengar.

kupikir-pikir ada benarnya. sekian puluh tahun usia seseorang, bila diibaratkan spons, dia menyerap amat banyak informasi, pengalaman, pikiran, dan segala macam ke dalam dirinya. tidakkah ini membebani? menjadi tak tertanggungkan bila satu dengan yang lain saling bertentangan?

keheningan ibarat me-recharge batere dalam diri yang sudah low-batt.

karena itu, saya bersyukur atas waktu hening yang saya dapatkan di Pertapaan.