Wednesday, November 29, 2006

langit jingga


kanvas yang kubentangkan masih kuingat kusiram dengan warna jingga lembayung sehingga dirimu bertanya: mengapa warna itu bukan warna lain saja

ini warna langit, jawabku sambil menggosok jari jemariku di atasnya meliuk-liuk seperti penari dombret yang kesetanan

kuingin melihat langit yang sejingga ini dalam mimpiku yang selalu gelap tanpa warna kalaupun ada hanya hitam putih seperti kotak-kotak norak yang menyebalkan yang sering kaukenakan

lihatlah, langit ini menjadi horison tanpa batas lazuardi tempat burung-burung senja menemukan kebebasannya. tempat pasangan mahluk hidup mengucapkan salam perpisahan kepada hari. dan warna jingganya selalu tak kan pernah sama

lukisan langit jingga kutaruh di halaman rumah. malam hari kupandangi dia. dan memang, warnanya selalu takkan pernah sama...

Tuesday, November 28, 2006

nyanyian hujan


rindu yang berlari melewati halte saat penumpang telah pergi menjejak di langit malam yang bergemintang dan hujan yang enggan turun sejak kemarin-kemarin menyisakan sepotong tanya: mengapa awan tak kunjung tiba

dan engkau terpaku berdiri di bibir pantai menyaksikan mentari tua yang tergeletak di ufuk cakrawala

bukakan jalan baginya, teriak ombak putus asa lalu ikan-ikan berkumpul di kakimu dan semua mahluk lautan yang tak pernah engkau kenal menari-nari di pelupuk mata

turunlah hujan, teriak mereka
turunlah hujan, sabda semesta
turunlah hujan, bisik mentari tua yang sekarat

pasir padang angin kering menimbus lukaku saat dirimu memandangku sebuah oase kering kerontang menganga di matamu air tak lagi mengalir di sana

turunlah hujan, desahku
merapalkan mantera yang pernah diajarkan bunda

bibirku kelu kata-kataku meranggas
demi tuhan, t-u-r-u-n-l-a-h h-u-j-a-n!

setitik air mengalir dari matamu
setitik lagi turun ke bumi
dan titik-titik lain berkejaran
tanah mendesah, langit bernyanyi, kehidupan bersemi

katak menggeliat dari lumpur kematian yang mengutuknya sebagai benda mati semenjak alam diciptakan sang Pencipta menggunakan tanah merah untuk membangunkan adam dan hawa mereka bernyanyi lagu indah yang baru pertama kali kudengar: namamu mereka sebut berulang-ulang...

berulang-ulang
menetes-netes
berulang-ulang
menetes-netes

Saturday, November 25, 2006

balik kampung 5 : gambar dari Petronas, KL


menara petronas tampak dari bawah (alias perlu telentang untuk motretnya, hahaha...) wuiihh... tinggi banget!


suria mall tepat di bawah petronas. a time for shopping.


menuju ke atas menara Petronas. "this way, please..." untung ada anak muda Malaysia yang baik hati ngantar kami sampai ke loket.


on the 41st floor of Petronas twin tower. untuk sampai ke atas sini pakai eskalator dengan kecepatan satu lantai per detik, jadi cuma butuh waktu 41 detik! nice view around KL looking from here... inilah jembatan yang menghubungkan kedua menara. jadi ingat nih sama film "the entrapment".


pemandangan dari atas menara Petronas. wuihhh... KL jadi seperti mainan monopoli. kecil-kecil dan rapi...


patung terakota yang dipajang di sebuah toko benda antik di Suria KLCC mirip dengan terakota dari the forbidden city? melihat-lihat isi toko rasanya balik ke zaman lampau deh... beda lagi dengan Galeri Petronas (tak jauh dari toko antik) yang waktu itu sedang pameran "BMW Art Cars". sejarah BMW dan kreasi warna-warninya dipamerkan di sana.

Friday, November 24, 2006

balik kampung 4: anjung kl

beberapa hari ini kepala lagi pusinggg... tidak bisa menulis dan berkonsentrasi penuh. pikiran terus berkontraksi. kontra-aksi. hehehe...
jadi sekarang mau nulis lagi? he-eh.

lanjut kisah balik kampung... kami terbang ke KL dengan penuh guncangan. awan hitam kelabu menutupi KL. kebun kelapa sawit tidak nampak di sana. syukurlah, roda pesawat menyentuh landasan LCCT (low cost carrier terminal). hujan berderai saat kami tiba di KL. naik bus AirAsia dari LCCT ke KL Sentral (terminal pusat kota KL) cuma 9RM/orang.
KL Sentral, hujan makin deras. taksi sulit ditemukan, kalaupun ada pasang harga minta ampun. masak kali ini minta RM35? padahal kemarin dengan rute yang sama saya cuma membayar RM15. kata sopirnya karena hujan deras, daerah sekitar Puduraya tergenang air setinggi lutut sehingga ia harus memutar jauh.
tak ada pilihan, kami menyewa taksi.


tiba di Anjung KL2 di Jl. Tengkat Tongshin.
Jay gadis yang menjaga meja depan segera menyambut dengan senyuman. ia mengenaliku karena sekitar dua bulan lalu aku telah membooking kamar padanya.
"what i said... i will come with my dad. and here is my dad...", ujarku sebagai salam pembuka. Jay menyerahkan kunci kamar setelah saya memberikan paspor untuk keperluan administrasi.

kami menempati kamar di lantai dasar. ini sesuai saran dari Ms. Helena Walker, teman di Anjung KL1 tempo hari. katanya ayah saya sudah berumur, jadi sebaiknya menempati kamar di lantai bawah, repot kalau musti naik tangga. kamarnya cukup nyaman, ranjang double bed, pakai AC... pantas untuk harga RM65/malam. tapi ini yang jadi masalah: ayah saya tidak tahan dengan dinginnya AC malam hari. hahaha...

Tuesday, November 14, 2006

denias dan osama


hari nomat (nonton hemat) Senin kemarin kuluangkan waktu menonton film indonesia di teater 21. judulnya: Denias, Senandung di Atas Awan. kesannya mirip judul film romans, ya? keliru. justru kisahnya jauh dari tema percintaan. film ini termasuk unik. lepas dari pakem perfilman indonesia yang sedang marak: percintaan, klenik, dan setting kaum urban Jakarta. ini dia film indonesia yang tidak menggunakan sebutan "elo - gue" dalam dialog.

Denias diangkat dari kisah nyata seorang bernama Janias dari suku pedalaman Papua. maka film ini berusaha jujur dalam bertutur mengenai adat istiadat serta panorama pedalaman Papua. bagaimana seorang guru (Mathias Muchus) yang didatangkan dari pulau Jawa musti terpaksa meninggalkan 'sekolah' di sana dan kembali ke tanah Jawa karena isteri yang sakit. seorang tentara yang dipanggil "Maleo" (karena dia dari kesatuan Maleo, diperankan dengan sangat mengkilap oleh Ari Sihasale) peduli terhadap pendidikan anak-anak desa, teristimewa pada Denias. dan konflik yang dihadapi Denias dalam mengejar pendidikan yang layak.

pemandangan puncak-puncak gunung di Papua, alur sungai, dan hutan disajikan begitu kaya warna. mata takkan terpejam mengantuk, karena suguhan keindahan panorama alam yang berhasil direkam film ini menggunakan lensa lebar. selain itu, penonton musti siap terpingkal-pingkal oleh adegan dan kalimat-kalimat lugu yang terlontar di film ini. sekalipun film ini tidak bermaksud menyajikan pertunjukan komedi. lebih tepat justru ia menyajikan gambaran satiris karikatural. misalnya, saat Maleo berusaha mengajarkan Denias membentuk potongan-potongan karton menjadi peta Indonesia. potongan itu sembarang saja disusun Denias. ditaruh di dinding. lalu ia berdiri tegap dan menghormat, sambil menyanyi: "Indonesaaa... tanah airku... tanah tumpah darahkuuu..."

ahh, rasanya lega menemukan sebuah film Indonesia semacam ini. ibarat oase di padang kering. Denias menunjukkan arah kiblat yang berbeda dan tidak harus menjadi membosankan atau 'tontonan berat' semacam "Pasir Berbisik", "Daun di Atas Bantal" besutan Garin Nugroho.

penonton meninggalkan gedung bioskop dengan sepotong senyuman di bibir, saat layar tertulis istilah khas masyarakat Timur (Papua): "Itu Sudaaah", yang artinya sama dengan: "The End", "That's All", "Habis".


tema film Denias mengingatkanku pada film "Osama" yang baru saja kunonton DVD-nya hari Minggu kemarin. film Osama lebih serius dan cenderung bertutur datar. seserius dan sedatar kepahitan hidup seorang anak gadis yang berjuang untuk memperoleh pendidikan yang layak di tengah rejim Taliban yang berkuasa. anak gadis itu musti rela dipotong rambutnya dan diubah identitasnya menjadi anak lelaki oleh sang ibu supaya ia tidak perlu mengenakan 'burqa' (cadar yang menutup seluruh wajah).

betapa paranoidnya rejim Taliban terhadap hak-hak kaum perempuan! mereka tidak boleh berjalan sendiri di tempat umum, bahkan tidak boleh menunjukkan identitasnya. satu adegan lucu di film ini: saat pesta upacara pengantin perempuan diadakan di sebuah rumah, mereka menyanyi dengan riangnya. mendadak suasana berubah saat seseorang memberitahukan: Taliban datang! segera mereka mengenakan burqa. rebana dan kecapi disembunyikan di balik kain panjang mereka, lalu duduk berkumpul mengeliling sambil menangis. ketika Taliban bertanya: ada apa ini? dijawab: ada upacara kematian dalam keluarga ini. maka Taliban pun pergi.

bagaimana dengan nasib anak gadis ini?
dia berhasil bersekolah di sekolah pria (perempuan dilarang bersekolah oleh Taliban). hanya seorang yang tahu identitasnya: Espandi. dia anak pengemis yang setiap hari membawa wiruk berasap untuk mengusir kesialan sambil minta uang. Espandi selalu membelanya dan menamai dia "Osama". Osama dicurigai oleh teman-temannya karena sikap dan penampilannya yang halus. meskipun rambutnya sudah dipotong pendek dan memakai topi. Osama berani memanjat pohon yang tinggi, namun selalu ketakutan bila mau turun. sehingga Espandi menjadi penolongnya.

suatu kali seorang guru mengajari para murid bagaimana membersihkan (maaf) kelamin di ruang mandi. Osama hanya dapat mengintip ketakutan di balik dinding. ketika sang guru melihat Osama di sana, dia dipanggil untuk ikut berendam di bak dan melakukan petunjuk pembersihan. guru itu berkata: "he looks like nymph".
"what is nymph?" tanya murid lain.
nymph itu adalah mahluk serupa lelaki tapi berjiwa perempuan yang ada di surga, jawab sang guru. hah?


terjadilah, identitas Osama akhirnya terbongkar. dia dimasukkan ke dalam penjara, menanti eksekusi. eksekusi mati beberapa tahanan ramai dihadiri massa. seorang wartawan asing yang merekam kejadian sehari-hari di sana dihukum tembak mati. seorang perempuan yang berzinah dihukum dikubur hidup-hidup lalu dirajam. dan Osama?

Osama juga harus dihukum mati karena melanggar perintah agama. namun seorang Mullah memohonkan ampun buat Osama dan ingin mengawininya. Osama diampuni. dia dibawa dengan kereta Mullah. dimasukkan ke rumah Mullah dan dikunci gembok. di dalam terdapat beberapa istri Mullah dan anak-anak. Osama didandani cantik.

saat Mullah pulang, gambaran satiris ini ditampilkan. Osama ditawari untuk memilih salah satu gembok aneka bentuk dan ukuran. lalu dia dibawa ke ruang atas. setelah itu, Mullah tampak ke luar dan langsung berendam di bak air hangat. rupanya, Mullah sedang melalukan ritual pembersihan (maaf) kelamin.
penonton dipersilakan menafsirkan bagian terakhir ini.

kesan yang tertinggal pada film Osama adalah ketika Osama bermain lompat tali (skipping) di dalam penjara di tengah-tengah tahanan yang mengenakan burqa. bunyi tali dan lompatannya sungguh terasa menyentak-nyentak. selain itu, ketika Osama dihukum setelah diturunkan dari pohon, ia digantung di dalam sumur di halaman sekolah. ia menangis dan menjerit pilu memanggil-manggil mamanya... dan darah menstruasi membasahi kakinya.

Osama dan Denias. dua potret yang bertutur mengenai anak manusia yang berjuang meraih pendidikan yang layak. Denias tampaknya lebih beruntung. saat ini ia dikabarkan sedang menempuh studi lanjut di Australia (dikisahkan pada credit title akhir film). Osama tak berkabar, selain bahwa film ini meraih penghargaan "2004 Best Foreign Language Film Golden Globe Winner" dan beberapa penghargaan lainnya.

Friday, November 10, 2006

balik kampung 3: airasia back!



selalu terburu-buru. pukul 6.30 terbangun, nyalain hp, langsung masuk sms: Papa saya sudah di bandara Denpasar dan sudah siap berangkat. saya segera berkemas. sebetulnya penerbangan ke KL masih jam 11, namun karena Papa sudah hampir tiba di Surabaya, maka harus bergegas.

pukul 7 lewat beberapa menit, Papa menelpon: sudah tiba di bandara Juanda. Toni di mana?
sabar, dalam perjalanan ke bandara niih...

saya sedang mencoba moda transportasi baru ke bandara: naik Damri dari Jl. Raya Darmo hingga dekat jembatan selepas Alfa dan kantor Polisi (sebelum bis damri belok menuju Bungurasih), trus dilanjutkan dengan taksi...

berhasil. kekuatiran akan dihadang kemacetan lalu lintas seketika sirna saat saya sudah berada dalam taksi memasuki areal bandara. maklum, Surabaya sekarang suka macet saat menjelang siang.

tiba di bandara, terminal keberangkatan luar negeri, segera saya mencari Papa saya. saat tadi di jalan sempat nelpon, katanya beliau kelamaan nunggu di kafe tempat yang kami sepakati, jadi sekarang dia berada di depan kounter AirAsia.

kounter AirAsia? yang di luar apa di dalam terminal? maka saya masuk, kounter check-in penerbangan Airasia belum buka. Papa juga tidak ada di sana. saya ke luar lagi setelah menitip tas-tas bawaan kepada petugas.

berlari-lari beberapa kali mengitari kounter penjualan tiket AirAsia (letaknya ada di keberangkatan domestik!), baru saya temukan beliau. teman perjalananku dalam perjalanan kali ini!

whattt?
yes, my daddy. my travel mate. beliau sudah siap memulai perjalanan ini sejak lima bulan lalu... setiap hari latihan jalan, katanya melalui sms. dan ketika saat ini makin mendekat, makin sibuk pula persiapan yang dilakukannya.
saya sendiri merasa tidak sesiap itu, karena kesibukan yang harus kuhadapi menjelang keberangkatan.

dan sekarang, kami memulai perjalanan panjang...

Thursday, November 09, 2006

balik kampung 2: surabaya


surabaya. kapal akhirnya merapat. dan selalu sesak orang berebutan menuruni tangga kapal. saya bersama Sr. Yerona menunggu setengah jam. dan masih saja penuh sesak orang menuruni tangga kapal.

setelah di darat, kami menunggu jemputan. Sr. Yerona hendak ke Malang. aku hendak menumpang hingga ke Jl. Raya Darmo. mobil jemputan yang ditunggu masih dalam perjalanan dari kota Malang... waduh. hingga jam 12.30, akhirnya aku memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum.

surabaya tetap saja panas. saat tiba di tempat tujuan, saya langsung bergeletak setelah menyalakan pendingin ruangan di dalam kamar... sore hari, saya menyempatkan berjalan-jalan ke katedral Surabaya di Jl. Polisi Istimewa. gereja ini bagi saya memang istimewa. ada kantin dan toko buku yang sejuk di sana. jadi saya suka berlama-lama sekedar melihat-lihat, lalu menikmati makanan khas seperti lontong capgomeh, rujak cingur di kantin itu.

ada beberapa perubahan di katedral surabaya. toiletnya sudah direnovasi. menjadi mewah seperti toilet hotel, pakai marmer! wow. juga pendingin udara dipasang di mana-mana, termasuk halaman luar/pendopo gereja yang tidak berdinding! saat menengok ke halaman sekolah Santa Maria, di sana berkumpul masyarakat miskin. mereka sedang berbuka puasa bersama. Tim Seksi Sosial paroki rupanya yang mengadakan acara ini... sangat menyentuh hati! ada sekeluarga yang sedang duduk di lantai sekolah menikmati sepincuk sate ayam... duh, sedapnya.

sudah pukul 18 lewat beberapa menit. di halaman gereja tampak penuh mobil yang di parkir. ada misa apakah gerangan? ternyata sedang misa harian. jadi, saya masuk dan duduk mengikuti misa. sambil berdoa semoga Tuhan memberkahi perjalananku kali ini...

Wednesday, November 08, 2006

balik kampung 1: KM Dobonsolo kembali


tulisan "balik kampung" terinspirasi oleh judul lagu "balik kampung" yang dinyanyikan Sudirman dengan begitu rancaknya! asik sekali mendengar lagu ini saat berlebaran di tanah jiran, Malaysia...

Perjalanan jauh tak kurasa
Kerna hatiku melonjak sama
Ingin berjumpa sanak saudara
Yang selalu bermain di mata

Nun menghijau gunung ladang dan rimba
Langit nan tinggi bertambah birunya
Deru angin turut sama berlagu
Semuanya bagaikan turut gembira

Balik kampung oh oh...( 3X )
Hati girang
Ho ho... Balik kampung (3X)
Hati girang


perjalanan dimulai 18 Oktober 2006 dengan kapal Dobonsolo. Makassar-Surabaya. di tengah sesaknya para penumpang yang hendak mudik ke Jawa. sepanjang dek dan lorong-lorong di dalam kapal penuh manusia... mereka menggelar tikar dan menggeletak begitu saja.

jadi teringat pada tahun 1999 (tujuh tahun silam!), di atas kapal Dobonsolo ini saya, Pak Frans dan mendiang Herry, sobatku di kampus dulu, kami melakukan perjalanan dari Jakarta ke Denpasar, Kupang dan Sorong... dan menumpang di kelas ekonomi dengan lucunya! ya... kami mengantri makanan bergantian. dan tertawa saat melihat juru masaknya menggunakan sekop untuk mengangkat nasi dari kuali besar.

kali ini saya tidur di kelas II. sekamar berisi 4 ranjang susun, lemari loker, dan kamar mandi. setiap kali hendak ke ruang makan harus melewati lorong di depan pintu kamar yang dipenuhi manusia...

KM Dobonsolo. kali ini saya bertemu dengan Sr. Yerona di ruang makan. dia teman baik saya di paroki katedral beberapa tahun silam. uniknya, pernah suster ini ditayangkan di MetroTV (film dokumenter) saat dia menemani seorang anak pengungsi dari Flores yang hendak pulang kampung. maka kusebut dia: "bintang film dari MetroTV".

di ruang makan kami duduk semeja dengan seorang bule. namanya Mr. Roger. dia orang Perancis yang lama menetap di Surabaya. dia bekerja di Pasuruan di bidang perakitan kapal. katanya, ayahnya dan juga anaknya bekerja di bidang yang sama: perkapalan... di Surabaya dia punya tiga anak asuh, mereka sedang kuliah... ada nada bangga tersirat pada kalimatnya saat bercerita mengenai anak-anak asuhnya, maklum dia prihatin pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia.

alasan mengapa dia menumpang kapal ke Surabaya, tampaknya persis sama dengan kami. kehabisan tiket pesawat menjelang lebaran. kalaupun ada, harganya sudah sangat tidak rasional. jadi, lebih baik menikmati perjalanan dengan kapal laut.

perjalanan makassar ke surabaya memakan waktu 24 jam. berangkat jam 11 wita siang. tiba di pelabuhan tanjung perak jam 10 wib siang.

senja hari, saya ke anjungan kapal. menikmati langit senja dan lautan luas.
sensasi ini sangat menenangkan hati...

mp3 player yang kuputar pas lagunya: "my heart will go on"... hahaha. jadi ingat film klasik Titanic.

ya, perjalanan ini baru saja dimulai.

tips perjalanan:
bila menumpang kapal laut, sebaiknya menyiapkan cukup air botol kemasan yang dibeli di toko sebelum naik kapal. jangan membeli air botol di atas kapal! selain harganya mahal, saya perhatikan segel plastik botol memang ada, namun sambungan penutup botol dan cincin pada leher botol telah pecah, dan botol kelihatan tidak baru lagi. saya menduga, ada yang berusaha meraup untung dengan mengisi botol air bekas dan menjual ulang bermodal plastik segel. kuatirnya bila kualitas air yang diisinya serta botol yang bekas dipakai orang lain tidak higienis.